Pustaka

Adonis Menggugat Kemapanan Budaya Arab-Islam

Ahad, 23 Maret 2008 | 23:00 WIB

Judul Buku: Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam
Judul Asli: Ats-tsabit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-Ibda’ wa al-ittiba’ Inda al-Arab
Penulis: Adonis
Penerjemah: Dr Khairon Nahdiyyin, MA
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: I, September 2007
Tebal:Ivi + 369 halaman
Peresensi: Minan Nuri Rohman

Nama Adonis tidaklah asing bagi para pecinta kajian sastra dan budaya Asia Barat di seantero dunia. Ali Ahmad Said (baca: Adonis) adalah seorang penyair dan sastrawan kontemporer Arab kelahiran Syria tahun 1930-an dan kini tinggal di Prancis. Ia Beberapa kali dinobatkan sebagai kandidat peraih nobel bidang sastra melalui karya-karyanya yang inovatif dan mampu menggugah kesadaran menciptakan kebudayaan masa kini menjadi lebih progresif dan dinamis. Salah satunya, menggugat adanya kemapanan kebudayaan Arab-Islam (ats-tsabit).<>

Peradaban Arab merupakan salah satu situs peradaban terpenting dalam historiografi sejarah-sejarah dunia. Islam pernah menancapkan kejayaannya pada masa dinasti Abbasiyah. Kemudian pada masa berikutnya hingga sekarang, Islam tidak lagi menampakkan sayap-sayap keemasannya karena tersandung persoalan-persoalan internal-kelompok masing-masing. Mereka masih sibuk berkutat memperebutkan paham kebenaran “truth claim” antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, sehingga yang terjadi adalah perpecahan dan klaim kebenaran di antara mereka.

Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian dan kritik Adonis dalam desertasinya di Program Sastra Timur St. Yosef University Beirut, berjudul Ats-tsabit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-Ibda’ wa al-ittiba’ Inda al-Arab. Di sini, Adonis memetakan watak kecenderungan masyarakat Arab-Islam ke dalam dua katagori, yakni: kemapanan (as-tsabit) dan yang berubah (al-mutahawwil). Adonis mendefinisikan kemapanan sebagai pemikiran yang berdasar pada teks keagamaan. Sementara yang berubah didefinisikan dalam dua pengertian: Pertama, pemikiran yang berdasarkan teks, namun melalui interpretasi realitas dan perubahan. Kedua, pemikiran yang memandang teks tidak mengandung otoritas sama sekali dan berdasarkan akal, bukan naqli (tradisi atau wahyu). Hal (vii).

Pertarungan dua kubu (as-tsabit dan al-mutahawwil) yang telah menggejala di Dunia Arab dan Dunia Islam hingga saat ini, tidak terlepas dari asumsi dalam menafsirkan dan memahami teks keagamaan Islam (al-Qur’an dan Hadits) dalam ranah konteks masa kini (modern). Sebagian kelompok mendasarkan seluruh pengetahuannya tentang kebenaran bertumpu pada teks Al-Quran dan hadits tanpa ada perubahan. Sementara, sebagian yang lain, mendahulukan pengetahuannya berdasarkan akal, akan tetapi tetap merujuk pada teks keagamaan. Dan. di sisi lain, ada pula kelompok yang mencoba memadukan (integrasi) antara dua paham kelompok yang berbeda tersebut yang kemudian menamakan diri sebagai “kelompok moderat”.

Dalam konteks Indonesia, fenomena “truth claim” atas kaum mayoritas (kemapanan: as-tsabit) dengan kaum minoritas (reformis: al-mutahawwil) tidak jauh berbeda dengan realitas yang kini terjadi di Dunia Arab dan sekitarnya. Kelompok kemapanan seringkali melakukan tindakan-tindakan fisik-pemaksaan kepada kelompok reformis yang menghendaki adanya perubahan. Mereka yang dikatakan sebagai kaum reformis, pada realitasnya akan termarjinalkan oleh kekuatan kaum kemapanan yang secara kuantitatif memiliki anggota lebih dan berpengaruh dalam sektor terpenting pemerintahan. Dengan kekuatan massa yang ada di baliknya, secara tegas kelompok yang tetap bertahan dalam kemapanan akan selalu mendiskreditkan kelompok reformis. Bahkan, menyebutnya sebagai kaum kafir, murtad (keluar dari Islam), bid’ah (mengada-ada dalam beribadah) atau aliran yang menyesatkan. (hal x).

Adonis, melalui bukunya, mencoba menghadirkan kembali semangat progresivitas kejayaan dunia Islam yang telah lama terkubur dalam kegelapan status quo. Melalui eksplorasi pemikiran dan data-data yang dihadirkan dalam buku ini, menjadikan kita semakin tertantang mengikuti perdebatan panjang masyarakar Arab-Islam, terutama antara kelompok yang tetap berpegang pada kemapanan dan kelompok yang mencita-citakan tegaknya reformasi atau pembaharuan. Tidak mengherankan bagi orang-orang yang bertolak paham dengan alur pemikiran Adonis ini, kemudian menyebutnya sebagai tokoh kontroversial.

Perbedaan pendapat dalam suatu komunitas atau paham keagamaan (internal-eksternal) merupakan fenomena klasik yang tetap menarik untuk diperbincangkan lebih lanjut dan membutuhkan perhatian khusus dalam menyikapinya. Walaupun Islam dipandang sebagai agama yang mempunyai toleransi tinggi terhadap para pemeluknya dan seluruh umat manusia, tetapi, pertentangan pasti akan selalu muncul sebagai oposisi yang selalu meligkupinya. Bukan kemudian kita langsung memberikan vonis negatif kepada kelompok yang menghendaki adanya perubahan atas kemapanan, akan tetapi bersama-sama menjalin dialog mencari titik temu antara keduanya demi tercapainya kejayaan Islam sebagai “rahmatan lil alamin”.

Buku ini secara komprehensif akan mengelaborasikan fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Arab-Islam dan juga gerak budaya dan pemikirannya yang disertai adanya pertentangan dan pertarungan sengit antara keduanya. Di satu sisi, mereka mencoba mempertahankan kemapanan (imitative), dan di sisi yang lain mereka mengharapkan tercapainya suatu perubahan (kebudayaan) masa kini yang dinamis.

Peresensi adalah Pemerhati Sosial-Kebudayaan pada The Institute of Yogyakarta’s KUTUB Study


Terkait