Pustaka

Agama Beradab Umat Pun Bermartabat

Senin, 19 Maret 2012 | 06:41 WIB

Judul Buku: Islam Dinamis Islam Harmonis, Lokalitas, Pluralisme, Terorisme
Penulis: Machasin
Penerbit: LKiS, Yogyakarta   
Tahun Terbit: cetakan I: 2012
Tebal: xiv + 342 halaman
Peresensi: Khoril Awar

Bagaimanaupun juga, agama meski memiliki sisi batini yang lebih banyak dibandingkan sisi lahir-dunawiyah tetap harus mampu mengisi ruang-ruang dunia tersebut. Agama dan cara beragama tidak mungkin menyingkir dari pergulatan sejarah manusia. Agama yang berorientasi pada “ketenangan batin” tidak mungkin bersembunyi di balik kalbu penganutnya dan hanya muncul menjelang ritual semata. Justru dari dalam batin tersebut agama mampu memberikan kontribusi dalam menuntun pergaulan umatnya di pentas global maupun lokal sehingga benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin.
<>
Islam, sebagai salah satu agama samawi dengan penganut terbesar, pun tidak bisa bersuka ria melihat penganutnya yang begitu banyak. Umat Islam harus mampu membuktikan diri sebagai “khoiru ummah” dengan misi sebagai “rahmatan lil’alamin”. Tantangan yang kini dihadapi umat Islam mencakup skala global, lokal dan penegasan misi “rahmat untuk alam”. Di tingkat global, Umat Islam menghadapi berbagai isu khususnya terorisme yang sering dialamatkan kepadanya. Akibatnya, muncul sikap Islamophobia yang berujung sikap represif sekaligus keraguan tentang niat “rahmat untuk alam” tadi. Skala lokal, sebagaian umat Islam sering bergesekan dengan nilai-nilai lokal, seperti dasar negara maupun adat istiadat yang dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai ketauhidan. Dengan kata lain, masalah terorisme, kekerasan, dan menolak kearifan lokal dan pluralisme merupakan antitesis terhadap Islam sebagai rahmatan lil’alamin.

Machasin, dalam buku ini, mencoba untuk menguraikan tantangan yang kini tengah dihadapi Umat Islam dan mencoba menafsirkan ajaran Islam. Tujuannya tidak lain untuk memberikan jawaban terhadap tantangan global, lokal dan penegasan misi Islam sebagai rahmatan lil’alaimin.

Tantangan pertama di skala global adalah globalisasi. Globalisasi bak gelombang yang menyapu segala sendi kehidupan manusia yang membawa konsekuensi, disamping kemudahan-kemudahan yang dibawanya. Di antaranya adalah kenyataan bahwa suatu kelompok manusia, peradaban, agama, tradisi, dan jenis-jenis kegiatan kebersamaan manusia lainnya, tidak dapat terlepas dari masyarakat dunia.

Semuanya berada dalam masyarakat dunia yang satu, masing-masing terpengaruh oleh dan/atau mempengaruhi kehidupan dan perjalan dari yang lain. seharusnya dalam kehidupan bersama itu tidak ada yang merasa dirinya paling benar, memaksakan “kebenaran” yang dipersepsikannya dan tidak memberikan tempat bagi yang lain; walaupun selalu saja ada kelompok, budaya atau cara pandang tertentu yang menjadi penentu, di samping mereka  yang menjadi figuran atau bahkan objek penderita.

Dalam hal ini, secara garis besar, pihak-pihak yang ada dalam panggung kehidupan ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan: (1) yang di tengah dan berusaha mempertahankan perannya sebagai tokoh-tokoh penentu, (2) yang di pinggir dengan obsesi untuk dapat ke tengah dan merebut peran penentu atau tak peduli dengan apa yang terjadi di tengah dan memuaskan diri dengan keadaan pinggir, dan (3) yang berusaha untuk menemukan komposisi yang adil bagi semua. Umat Islam, kini menempati posisi yang di pinggir, sementara yang di tengah adalah kaum tradisional yang dianggap musuh Islam.

Umat Islam, kalau konsisten dengan perannya sebagai saksi bagi seluruh manusia, mestilah tampil ke depan, bukan untuk berkuasa, melainkan untuk mengarahkan kehidupan pada jalannya yang lurus. Akan tetapi, harus diingat bahwa kebenaran tidak hanya dipihaknya, tetapi juga di hampir seluruh komunitas. Semuanya bertanggung jawab bagi keberhasilan umat manusia, memuliakan diri dan lingkungannya.

Tantangan  di tingkat lokal adalah budaya. Agama, sebagai sesuatu yang lekat dengan kehidupan manusia pun, tidak berbeda keadaannya: mesti dipahami dan dijalani dalam kerangka budaya. Tidak ada satupun agama yang bebas dari tradisi panjang yang dihasilkan oleh bangsa atau masyarakat yang warganya menjadi pemeluknya. Hal ini, antara agama dengan budaya, selalu terjadi interaksi antara keyakinan keagamaan yang dianggap suci dengan kreativitas manusia serta budayanya yang dianggap profan.

Islam, dalam perkembanganya, pun berinteraksi dengan tradisi bangsa-bangsa yang memeluknya dan menyerap unsur-unsur budaya lokal yang dilewatinya. Sikap Islam terhadap budya lokal dapat dipilah menjadi tiga, yaitu: (1) menerima dan mengembangkan budaya yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan berguna bagi pemuliaan kehidupan umat manusia, (2) menolak tradsi dan unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, dan (3) membiarkan saja, seperti pada cara berpakaian asal tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam.

Islam sebagai rahmatan lil’alamin adalah ketika Islam disebarkan dengan cara lembut dan penuh kasih sayang. Kasih sayang tidak membuat orang yang dikasihani terhina, takut dan jengkel, tetapi mengangkat martabatnya, membuatnya bangga, membantu menemukan yang terbaik dalam kehidupannya.

 

* Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Terkait