Al-Itqan fi Ulumil Qur’an: Kitab Panduan Ideal Memahami Al-Qur’an
Kamis, 13 April 2023 | 18:00 WIB
Salah satu pelajaran penting yang tidak boleh ditinggalkan oleh umat Islam adalah mempelajari tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an (Ulumul Qur’an), untuk dijadikan sarana memahami firman Allah swt dengan benar. Sebab, Al-Qur’an merupakan bagian yang tidak terpusahkan dalam historis perjalanan Islam sejak masa awal hingga masa selanjutnya. Sebabnya, mempalajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya sangatlah penting.
Ilmu-ilmu Al-Qur’an memiliki catatan sejarah yang apik. Ilmu yang satu ini berkembang pesat dari satu zaman menuju zaman berikutnya. Para ulama banyak yang menulis sebuah kodifikasi khusus tentang ilmu ini, sehingga tidak sedikit karya tulis lahir dari tangan mereka. Bahkan sampai saat ini pun, kodifikasi tentang ilmu Al-Qur’an jumlahnya sangat banyak dan lengkap.
Nah, salah satu kitab yang membahas secara khusus tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Ya, kitab ini merupakan salah satu kodifikasi penting yang membahas tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan luas, detail, dan mudah untuk dipahami.
Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an merupakan salah satu karya dari sekian banyak karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi, yang ditulis pada ujung abad kedelapan hijriah, di mana kodifikasi khusus tentang Al-Qur’an saat itu benar-benar penting dan menjadi salah satu materi yang sangat diminati oleh banyak orang, kemudian terus berkembang dan belanjut hingga saat ini.
Sekilas tentang Penulis
Penulis Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an bernama lengkap Abul Fadl Jalaluddin Abdurrahman bin Al-Kammal Abi Bakar bin Muhammad As-Asyuthi As-Syafi’i. Ia dilahirkan pada hari Ahad pertengahan bulan Rajab tahun 849 Hijriyah di kota Asyuth, sebuah kota yang ada di Mesir. Ia wafat pada tahun 911, kemudian dimakamkan di Mesir.
Imam Jalaluddin As-Suyuthi merupakan ulama tersohor yang tidak diragukan lagi keilmuannya. Ia tidak hanya menjadi ulama dan panutan pada masa itu, namun juga dikenal sebagai mujaddid Islam (pembaharu Islam) pada abad kesembilan. Semua bidang ilmu syariat berhasil ia kuasai dengan sangat mendalam. Ia juga ulama yang sangat produktif, bahkan ada yang mengatakan bahwa jumlah karyanya mencapai 600 kitab. (As-Suyuthi, Muqaddimah Nuzulur Rahmah, [1987], halaman 10).
Karya Imam As-Suyuthi
Di antara karya-karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi adalah:
- Al-Itqan fi Ulumil Qur’an;
- Ad-Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur
- Asrarut Tanzil;
- Al-Muhadzab fima Waqa’a fil Qur’an minal I’rab;
- Al-Iklil fis Tinbathit Tanzil;
- At-Thibbun Nabawi;
- Fathul Jalil lil ‘Abdiz Dzalil;
- Ham’ul Hawami’;
- Kasyful Ghutta’ fi Rijalil Muwattha’;
- Dan masih banyak lagi karya-karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Alasan Penulisan Kitab
Sebagaimana disebutkan dalam mukaddimah kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, alasan penulisan kitab ini adalah bermula dari kesadaran Imam As-Suyuthi perihal pentingnya mempelajari ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an, dan tidak ditemukannya suatu kodifikasi khusus dari para ulama sebelumnya yang membahas tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, bahkan ia sendiri heran karena sebelumnya tidak ada ulama yang memperhatikan ilmu yang satu ini. Sebagaimana yang telah ia sebutkan dalam mukadimahnya,
Baca Juga
Ilmu Al-Qur'an Baru Digali Sebatas Hukum
لقد كنت في زمان الطلب أتعجب من المتقدمين، اذ لم يدونوا كتابا في أنواع علوم القران
Artinya, “Sungguh aku (Imam As-Suyuthi) sempat heran di waktu mencari ilmu kepada para ulama terdahulu, yang tidak menulis suatu kodifikasi tentang macam-macam ilmu Al-Qur’an.” (Lihat, halaman 15).
Sebelum Imam As-Suyuthi, terdapat Imam Al-Bulqini yang berhasil menulis beberapa rumus-rumus ilmu-ilmu Al-Qur’an yang memuat 40 bab pokok. Hanya saja, kitab yang ditulis oleh Al-Bulqini tidak cukup luas untuk dijadikan referensi tentang ilmu Al-Qur’an pada masa itu. Akhirnya Imam As-Suyuthi bertekad kuat untuk menuliskan sebuah kitab khusus yang membahas tentang Al-Qur’an dengan lebih luas dan detail.
Sekilas tentang Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an
Kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an merupakan salah satu kodifikasi atau kitab yang menjelaskan tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Dengan mempelajari kitab ini, makan akan memudahkan bagi para pelajar dan santri untuk lebih mengerti cara baca firman Allah swt dengan mudah dan gampang, serta bisa membantu untuk lebih luas memahami isi dan kandungan yang ada di dalamnya. Karenanya, kitab ini sangat penting untuk dijadikan materi pelajaran, baik di madrasah maupun pesantren.
Luasnya kitab yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi ini bisa dilihat dari banyaknya pembahasan yang ia tulis di dalamnya, yaitu mencakup 80 pembahasan pokok, tidak termasuk cabang-cabang dari masing-masing pembahasan yang 80. Karenanya, kitab ini sangat membantu bagi para pembaca untuk mengenal Al-Qur’an lebih lanjut.
Pada pembahasan pertama, Imam As-Suyuthi menjelaskan definisi surah Makiyah dan Madaniyah. Dalam pembahasan ini, ia menyebutkan bahwa tempat diturunkannya ayat Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, (1) Makiyah; (2) Madaniyah; (3) sebagian Makiyah dan sebagian yang lain Madaniyah; dan (4) selain Makkiyah dan Madaniyah.
Makiyah adalah surat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebelum hijrah dari Makkah ke Madinah. Sedangkan Madaniyah adalah surat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi setelah hijrah, baik diturunkan di Makkah maupun di Madinah.
Setelah pembahasan tentang ayat Al-Qur’an dan hal-hal yang berkaitan dengannya selesai, Imam As-Suyuthi melanjutkan pada pokok pembahasan berikutnya, yaitu waqaf dan ibtida. Waqaf dan ibtida adalah menghentikan suara atau bacaan sebentar untuk bernafas, kemudian mengambil nafas untuk melanjutkan bacaan kembali. Dua tema ini menjadi penentu kapan harus berhenti membaca Al-Qur’an, dan kapan harus dilanjutkan kembali.
Tidak lupa Imam As-Suyuthi juga menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur’an dibanding yang lainnya. Pada pembahasan ini, ia mengutip banyak hadits Nabi Muhammad saw perihal keutamaannya, salah satunya adalah:
الْبَيْتُ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ الْقُرْآنُ يَكْثُرُ خَيْرُهُ وَالْبَيْتُ الَّذِي لاَ يُقْرَأُ فِيهِ الْقُرْآنُ يَقِلُّ خَيْرُهُ
Artinya, “Sungguh rumah yang dibacakan Al-Qur’an di dalamnya akan banyak kebaikannya, dan rumah yang tidak dibacakan Al-Qur’an di dalamnya akan sedikit kebaikannya.” (HR Anas bin Malik).
Di pembahasan akhir kitab, Imam As-Suyuthi membahas tentang gharaib atau hal-hal asing dalam Al-Qur’an. Dalam pembahasan ini, ia menjelaskan makna dan kandungan di balik adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang jarang diketahui oleh banyak orang dan jarang dijelaskan oleh para ulama secara umum. Ia juga menjelaskan cara baca Al-Qur’an dengan metode yang jarang digunakan oleh para ulama pada umumnya. Wallahu a’lam.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur