Penulis : H Ahmad Mustofa Bisri
Penerbit : Yayasan Mata Air, Jakarta
Cetakan : I, Mei 2009
Tebal : xi + 112 Halaman
Peresensi : Fikrul Umam MS*
Apakah cermin dan definisi tentang cermin, pengungkapan kata cermin memiliki arti yang luas, karena dengan cermin kita bisa melihat dunia bahkan melihat ketampanan wajah kita. Lewat cermin keindahan akan nampak, dan wajah-wajah teman kita juga terlihat di cermin, namun cermin tak selamanya memperlihatkan keindahan adakalanya cermin merupakan wajah buruk bagi kita.<>
Seperti kita ketahui, melihat orang lain adalah lebih mudah dan jelas ketimbang melihat diri sendiri. Marilah kita lihat orang lain, kita lihat aib-aib dan kekurangan-kekurangannya, lalu kita rasakan respon diri kita sendiri terhadap aib-aib dan kekurangan-kekurangan orang lain. Misalnya, kita melihat kawan kita yang sikapnya kasar dan tak berperasaan; atau kawan kita yang suka membanggakan dirinya dan merendahkan orang lain; atau kawan kita yang sikapnya kasar dan tak berperasaan; atau kawan kita yang suka membanggakan dirinya dan merendahkan orang lain; atau kawan kita yang suka menang-menangan, ingin menang sendiri; atau kawan kita yang bersikap atau berperangai buruk lainnya. Kira-kira bagaimana tanggapan dalam diri kita terhadap sikap kawan-kawan kita yang seperti itu?
Buku yang penulis resensi adalah kebanyakan opini yang diterbitkan media massa. Karakteristik tulisan Gus Mus kebanyakan lebih banyak memuat tentang Agama dan Kebudayaan, keindahan kata-kata yang mengalir dan mampu menembus ruang-ruang sejuknya dalam hati ketika tulisan Gus Mus diperdengarkan merupakan wujud dakwah yang sempurna. Masyarakat membaca tulisan Gus Mus seakan-akan bertemu langsung dengan sang penulis, dan mampu membuka pikiran si pembaca untuk memahami konteks masalah yang diselesai kan Gus Mus lewat tulisan. Inilah cara dakwah efektif dan efisien di tengah bangsa yang lagi krisis moral dan krisis kepercayaan.
Lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap ustadz atau kiai pesantren yang dulu mempunyai pengaruh besar di lingkungannya, dikarenakan gaya sang Kiai yang semakin elitis dan terjun ke dunia politis. Bagaimana ghiroh perjuangan NU dalam perkembangan terakhir seakan dirusak oleh beberapa tokoh NU dengan perebutan kekuasaan baik di daerah dan di pusat ibukota. Pilkada adalah salah satu bentuk keniscayaan, karena sang Kiai dimintai orasi dengan tawaran-tawaran khusus, untuk melanggengkan sang putra Kiai yang memperebutkan kekuasaan di daerah. Kondisi ini menimbulkan crash&nb sp;dengan para kiai lainnya yang juga punya ambisi besar untuk melanggengkan calon kepala daerah yang lain yang telah membayar sang Kiai.
Beda dengan KH Ahmad Mustofa Bisri yang baru saja menerima gelar Doktor (HC) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia sosok yang doyan berpolitik, Gus Mus lebih senang di daerah dan mengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin di Rembang, setelah sepeninggal kakaknya, Almaghfurlah KH Kholil Bisri beliau melanjutkan pesantren ayahnya yang masih berkibar hingga saat ini.
Cara dakwah Gus Mus sejalan dengan dakwah Sunan Kalijaga, begitu tanggapan Prof Dr Amin Abdullah, MA yang memberikan sambutan dalam penganugerahan gelar Doktor kepada Gus Mus. Dakwah Gus Mus mampu mengartikulasikan pesan agama yang mudah diterima oleh masyarkat Indonesia, tidaklah heran ketika pengajian Gus Mus banyak sekali masyarakat yang berbondong-bondong untuk mendengarkan ceramah Gus Mus walaupun jarak lokasi pengajian dengan rumah jauh. Inilah tanggapan positif tentang kontribusi besar pola dakwah Gus Mus yang sekarang mulai digandrungi oleh banyak penyair dan budayawan Yogyakarta.
Banyak sekali skripsi yang mengupas tentang karya-karya Gus Mus dan menjadi buku untuk diterbitkan, ini bukti keberhasilan Gus Mus dalam mebangun pola pikir mahasiswa yang dalam mengupas tulisan-tulisannya. Bahkan puisi Gus Mus tidak jarang menjuarai di level Asia maupun Indonesia pada umumnya. Inilah karya monumental yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Mata Air Jakarta untuk dibaca dan diambil hikmah yang tersimpan dalam tulisan Gus Mus.
Semakin banyak membaca tulisan Gus Mus semakin peka terhadap kondiri riil masyarakat Indonesia, dan menariknya ke dalam suatu solusi positif dan aktif untuk mampu menyelami lebih dalam dan mengambil langkah-langkah yang telah diajarkan oleh Gus Mus. Semakin banyak membaca, semakin pula banyak yang didapatkan baik itu masalah sosial, agama, politik Kiai NU, maupun budaya yang sering dikupasnya. Selamat membaca!
*Peresensi adalah penikmat tulisan Gus Mus, Direktur Kajian Suro Al-Mahmudi Pati, Jawa Tengah