Pustaka

Catatan Penistaan ISIS Terhadap Hadits

Senin, 3 April 2017 | 13:21 WIB

Perilaku dan tindakan ekstrem atas nama agama kerap menjadi stigma bagi masyarakat dunia (baca: Barat) untuk menjustifikasi bahwa Islam adalah agama teroris. Brand ini bukan tanpa alasan karena yang seringkali melakukan teror mematikan dengan menggunakan bom, dan lain-lain tidak lain adalah seorang Muslim.

Tentu tindakan tersebut hanya dilakukan oknum, baik dalam bentuk kelompok, organisasi, maupun individu. Namun, sebagian orang Barat nampaknya memmukul rata (generalisir) untuk menjustifikasi orang Islam sehingga mereka pun terkadang mengalami diskriminasi di negara-negara Barat atas perbuatan segelintir oknum yang nyata-nyata membuat wajah Islam tidak baik di mata dunia.

Pada prinsipnya, kelompok-kelompok ekstrem (tatharruf) kerap menggunakan ayat-ayat pedang (qital) untuk melegitimasi aksi kejinya atas nama jihad menegakkan agama Allah, perjuangan mendirikan negara Islam, dan sejumlah argumentasi utopia lainnya. 

Kelompok paling nyata yang sering mempropagandakan kekejaman teror atas nama agama adalah Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dengan mendeligitimasi ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits. Kajian serius tentang ISIS yang keliru dan melenceng dalam menggunakan Hadits dikupas secara mendalam oleh M. Najih Arromadloni dalam bukunya, Bid’ah Ideologi ISIS: Catatan Penistaan ISIS Terhadap Hadits.

Awalnya buku ini merupakan penelitian Tesisnya yang berhasil ia pertahankan di depan para penguji di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Buku setebal 202 halaman ini juga bukan hanya mengkaji penistaan ISIS terhadap hadits, tetapi juga berupaya mengenalkan lebih jauh tentang ISIS kepada para pembaca. Seperti apa sepak terjang ISIS semenjak dideklarasikan pada tahun 2014 lalu, namun jauh sebelum itu, yakni ketika veteran perang Afghanistan mulai menciptakan embriologinya di tahun 1990-an.

Dalam pandangan penulis buku, ISIS sebagaimana organisasi radikal lain yang berlabel agama tidak lebih dari sekadar organisasi politik yang menggunakan dan menyajikan ayat-ayat pedang dengan dalih menegakkan agama Allah untuk tujuan pendirian Daulah Islamiyah. Gerakan ini secara berkelindan membuat ISIS sering memahami hadits secara politis atau dengan kata lain melakukan politisasi hadits.

Buku ini juga menerangkan secara jelas mana hadits-hadits yang sering terpolitisir oleh paham ekstrem-radikal Abu Bakar Al-Baghdadi dan kroni-kroni kejinya di ISIS. Mereka bukan hanya melenceng jauh dari konteks diturunkannya nash, tetapi juga tidak mampu memahami bahwa keberadaan Al-Qur’an maupun Hadits tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan. Tautan antara ayat satu dengan yang lain dan hadits satu dengan hadits lain mewujudkan pemahaman agama secara mendalam, tidak dangkal dan radikal seperti tampak dalam nalar kelompok ISIS.

Salah satu yang disebut dalam buku ini mengenai ISIS adalah merupakan kelompok takfiri radikal. Artinya mereka tidak hanya mudah mengafirkan dengan hadits-hadits yang dieksploitir secara politis, tetapi juga berlaku brutal dengan cara kekerasan, merampas, hingga membunuh orang lain yang dianggap kufur oleh mereka. Bahkan sampai menghalalkan seorang perempuan untuk dijadikan budak seks dan dijual bebas.

Di era teknologi informasi yang terbuka bebas dan serba cepat, ISIS memanfaatkan betul kecanggihan tersebut, utamanya melalui media sosial. Tercatat pada tahun 2014 lalu, mereka menciptakan sekitar 50.000 akun lebih di media sosial untuk melakukan propaganda radikalnya. Nampaknya, mereka sengaja menciptakan keresahan dan ketakutan di tengah masyarakat dunia lewat aksi kejinya seperti memberondong dengan tembakan kepada sejumlah orang secara hidup-hidup, membakar, hingga menggorok secara tidak berperikemanusiaan dan diunggah di media sosial You Tube. 

Lebih keji lagi, korban mereka tidak hanya dari kalangan Muslim, tetapi juga dari agama dan kelompok-kelompok lain seperti Yahudi, Kristen, Katolik, Sunni, Syiah, dan kelompok serta suku-suku lainnya. Artinya, keberadaan mereka seperti tanda-tanda akhir zaman dengan hadirnya fitnah kubro (fitnah besar untuk seluruh manusia), seseorang atau sekelompok orang yang tidak sepaham dan tidak mau mengikuti ISIS, maka jaminannya adalah nyawa yang siap melayang dengan cara keji. Wallahu a’lam bisshowab.

Dalam buku tersebut juga dijelaskan, pada awal April 2014 lalu, salah seorang juru bicara ISIS Abu Muhammad al-‘Adnani menyatakan, Nabi Muhammad adalah seorang yang diutus untuk mengemban pedang sebagai Rahmat bagi alam semesta. (Halaman 18)

Ia mendasarkan pendapatnya itu pada sebuah hadits berikut: Nabi SAW bersabda, “Aku diutus dengan pedang, menjelang datangnya hari kiamat, sampai Allah disembah secara esa bayang-bayang busurku dan akan ditimpakkan kehinaan dan kerendahan atas orang yang menyalahi aturanku, dan barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari mereka.” (HR Ahmad dalam al-Musnad dari Ibnu Umar dan dijadikan Shahid oleh al-Bukhori)

Hadits di atas bukan hanya dieksploitir untuk melegalkan aksi keji mereka, tetapi mereka juga tidak berupaya memahami konteks diturunkannya (asbabul wurud) hadits tersebut. Di titik ini, ISIS atau kelompok ekstrem sejenis hanya menghadirkan ayat-ayat pedang atau perang, padahal ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang menyatakan bahwa Islam adalah agama kedamaian, rahmat, dan toleran tidak kalah banyaknya. Lantas, mengapa mereka hanya memilih ayat-ayat perang dalam memanifestasikan keagamaan mereka?

Sebetulnya ISIS merupakan salah satu kelompok yang mewujudkan ekstrem radikalnya melalui tindakan langsung secara keji yang berawal dari radikalisme. Jika digambarkan secara jelas, radikalisme bisa dibagi menjadi tiga, bertindak secara radikal (melakukan teror), radikalisme pemikiran, dan radikalisme secara pemahaman. Konteks Indonesia sendiri, saat ini eskalasi penguatan radikalisme ada pada aspek pemikiran dan pemahaman. Yang jelas, muara dari semua itu adalah tindakan teror.

Kajian holistik yang dilakukan oleh penulis buku ini membawa pembaca untuk menyelami ISIS hingga ke akar-akarnya. Pembaca dapat memahami ISIS secara historis, geneologis, dan ideologis. Tokoh-tokoh utama beserta jaringan organisasinya juga dapat pembaca temukan di dalam buku yang banyak menghadirkan rujukan kitab-kitab secara otoritatif ini.

Kajian buku yang mendasarkan diri dari Majalah Dabiq yang disebarluaskan ISIS di internet ini, penulis buku berupaya menganalisis penistaan Hadits yang dilakukan oleh ISIS tentang khilafah, jihad, hijrah, Iman, dan al-Malahim. Review buku secara singkat ini tentu belum menghadirkan semua informasi dan gagasan penulis buku secara utuh sehingga pembaca dapat memahami lebih jauh lagi dengan membaca bukunya secara langsung. Selamat membaca!

Identitas buku:
Judul Buku: Bid'ah Ideologi ISIS: Catatan Penistaan ISIS Terhadap Hadits
Penulis : M. Najih Arromadloni
Tebal: 202 halaman
Cetakan : Pertama, Maret 2017
Penerbit : Daulat Press Jakarta
ISBN : 9786021813157
Peresensi: Fathoni Ahmad


Terkait