Penulis : Ali Masykur Musa
Penerbit : Mahkamah Konstitusi
Cetakan : Oktober 2009
Tebal : x + 294 halaman
Peresensi : Mashudi Umar*
"Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya," (Pasal 31 ayat (2) UUD 1945).
Dalam usia ke-64 tahun kemerdekaan Indonesia, dunia pendidikan kita tampaknya masih terpasung kepentingan politik praktis dan ambiguitas kekuasaan. Padahal, politik dan kekuasaan suatu negara memegang kunci keberhasilan pendidikan. Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Ranah politik dan kekuasaan harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan peradaban bangsa ini.<>
Tokoh pemikir pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara.
Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus. Pertanyaannya kini, bagaimanakah realitas politik pendidikan kita saat ini?
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya.
Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005–2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata pemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam realitasnya, kita menyaksikan ternyata kebijakan dan praktik pendidikan kita masih jauh panggang dari api.
Sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada 2008 adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru.
Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Di usia kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke-64 ini, Indonesia mesti melakukan pembangunan politik pendidikan yang solid dan prospektif. Pertama-tama hal ini tentu saja harus diawali dari komitmen para penentu politik pendidikan itu sendiri, yaitu: para elite politik, pejabat pemerintah di Pusat maupun Daerah serta para pengambil kebijakan negara. Mereka semua harus memiliki komitmen dan kesadaran akan betapa pentingnya pendidikan (sense of education).
Untuk merealisasikan gagasan besar, maka pemerintah harus mempunyai politik anggaran pendidikan, baik untuk melaksanakan program pendidikan dasar, menengah, atas serta secara tegas harus dituangkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Persoalan politik anggaran pendidikan dewasa ini sangat penting sejalan dengan kebijakan otonomi daerah.
Buku yang berjudul “Politik Anggaran Pendidikan Pasca Perubahan UUD 1945” karya Ali Masykur Musa, mantan anggota DPR RI dari PKB yang sekarang jadi anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) adalah merupakan pelaku perubahan UUD 1945 tersebut yang lama berkecimpung di dunia politik
Dalam buku ini, penulis yang cukup produktif membahas pertanyaan sejauhmana komitmen DPR dan pemerintah selama ini merealisasikan politik anggaran pendidikan nasional sekurang-kurangnya 20 persen pada setiap menetapkan APBN.
Buku ini merupakan sumbangsih yang besar terhadap dunia pendidikan khususnya dalam merealisasikan anggaran 20 persen. Makanya penting dibaca bagi mahasiswa, dosen, guru, pakar pendidikan, aktivis LSM serta berbagai pihak yang terlibat dalam isu-isu pendidikan.
Oleh karena itu, sudah saatnya praktik pendidikan kita meninggalkan misi reproduksi kelas sosial. Pendidikan harus diarahkan untuk membuka pemahaman kritis dan pencarian alternatif atas keterbatasan struktur sosial dalam menciptakan masyarakat adil, terbuka, dan partisipatif.
*Peresensi adalah pecinta buku dan pemerhati pendidikan, tinggal di Jakarta