Pustaka

Menguak Fenomena Ajaran Menyimpang di Indonesia

Senin, 12 Oktober 2009 | 04:15 WIB

Judul Buku : Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di Indonesia
Penulis : Dr. Drs. IGM. Nurjana, SH. M. Hum
Penerbit : Pustaka pelajar, Yogyakarta
Edisi Revisi : Pertama, September 2009 
Tebal : xxv + 351 halaman
Peresensi : Ahmad Hasan MS*


Sebagai bangsa yang majmuk dan multikultural, Indonesia menjadi lahan subur bagi tumbuh-kembangnya berbagai agama dan aliran kepercayaan yang diakui oleh konstitusi. Pasal 29 ayat 2 menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu. Namun, masalah muncul tatkala di lapangan terjadi fenomena penyimpangan ajaran atau penodaan agama sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.<>

Berdasarkan UU. No. 1/PNPS/1965 Jo UU No.5/1969 tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama bahwa yang dimaksud aliran atau ajaran menyimpang merupakan organisasi kebathinan atau kepercayaan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran atau hukum agama. Data Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (BAKORPAKEM) 2008 mulai tahun 2001 hingga 2007 terdapat sekitar 250 lebih aliran menyimpang yang diindikasikan aliran kepercayaan atas agama yang menyimpang atau sesat.

Buku “Hukum Dan Aliran Kepercayaan Yang Menyimpang Di Indonesia” yang ditulis oleh Dr. Drs. IGM Nurjana, seorang anggota Polri berpangkat Komisaris Besar Polisi asal Tabanan Bali ini berusaha menyingkap secara komprehensif ihwal fenomena aliran kepercayaan menyimpang di Indonesia dalam tinjauan hukum dan kepolisian. Bagi penulis, penganut agama dan aliran kepercayaan sebenarnya dijamin dan dilindungi oleh Negara. Akan tetapi, manakala menistakan agama dan meresahkan masyarakat, maka isntitusi Polri bersama BAKORPAKEM berkewajiban mengatasinya.

Sampai saat ini, agama yang diakui secara sah oleh pemerintah ada enam; Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghuchu. Sedangkan aliran kepercayaan yang diperbolehkan pemerintah ada sepuluh; Aliran Kebathinan Perjalanan, Paguyuban Sumarah, Kerohanian Sapta Dharma, Ajaran Pangestu, Susilo Budhi Dharma, Golongan Si Raja Batak, Kaharingan Dayak Maanyaan, Kepercayaan Adat Musi, Persatuan Warga Theosofi Indonesia, Budi Luhur dan Ilmu Sejati. (hal. 74).

Menurut penulis, kesepuluh aliran kepercayaan tersebut berhak hidup dan berkembang di Indonesia. Pasalnya, mereka meyakini adanya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini dijamin oleh konstitusi UUD 1945 pasal 29 dan didukung dengan UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan yang ditampung dalam Wadah Nasional Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, ada beberapa aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang karena dianggap menodai agama dan meresahkan masyarakat serta mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang menurut catatan BAKORPAKEM setidaknya ada enam. Keenam aliran kepercayaan berikut ini dianggap sesat. Pasalnya, mengganggu keamanan dan ketertiban mayarakat (Kamtibmas). Pertama, children of god. Children Of Ghod merupakan aliran kepercayaan yang dibawa oleh David Berg pada 1968 M asal California, Amerika Serikat. Ajaran ini dianggap menyimpang, pasalnya membolehkan seks bebas tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Kedua, ajaran agama Baha’i. Ajaran ini didirikan oleh Mirza Ali Muhammad Asy-Syairazi asal Shiraz, Iran pada 1820 M. Ajaran ini dianggap menyimpang karena menyatukan semua ajaran agama, baik itu Islam, Nasrani, Yahudi, Kristen dan lain sebagainya. Presiden Soekarno pernah mengeluarkan Keputusan Presiden No.264/ tahun 1962 yang melarang aliran Baha’i. Pasalnya, dianggap “tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia dan menghambat penyelesaian revolusi, atau bertentangan dengan cita-cita sosialisme Indonesia”.

Ketiga, al-Qiyadah Islamiyah. Ajaran yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq pada 23 Juli 2006 ini dianggap sesat karena menodai ajaran islam. Ini didukung dengan fatwa MUI No.4 tanggal 3 Oktober 2007 yang menyatakan bahwa al-Qiyadah Islamiyah menodai dan mencemari agama islam. Diantara ajarannya adalah; menolak hadits Nabi, shahadatnya tidak menyebutkan nama Muhammad sebagai rasul namun menggantinya dengan al-Masih, tidak mewajibkan shalat, puasa dan haji. BAKORPAKEM melalui keputusannya di Kejaksaan Agung pada 7 November 2007 juga melarang aliran ini. Alasanya mengingkari rukun iman dan bertentangan dengan kaidah al-Qur’an dan Hadits.

Keempat, aliran Salamullah. Aliran yang didirikan oleh Lia Aminuddin asal Surabaya ini dianggap menyimpang karena ajarannya menyesatkan; menghalalkan babi, mengaku bertemu jibril, membakar lidah anak, mengaku Imam Mahdi dan Bunda Maria dan lain sebagainya. Kelima, aliran Ahmadiyyah. Aliran yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad asal Qadian, Punjab India pada 1835 ini dianggap sesat. Pasalnya, ajarannya bertentangan dengan al-qur’an yang meresahkan masyarakat. Diantaranya, mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sebagai Isa al-Masih dan Imam Mahdi.

Keenam, aliran kepercayaan Madi “ Karangan Dante Sepuluh”. Aliran yang didirikan oleh Madi di Dusun Salena, Kelurahan Baluri Kecmatan Palu Barat ini dianggap sesat karena meresahkan masyarakat dan menodai agama islam dan Kristen. Diantara ajarannya; tidak diperbolehkan ke masjid dan gereja, tidak boleh berpuasa, semua harta harus dijual semua sebelum masuk aliran madi dan lain sebagainya.

Itulah sebabnya, institusi kepolisian bersama BAKORPAKEM bagi penulis secara khusus bertanggung jawab dengan adanya fakta tersebut. Artinya, kepolisian bersama BAKORPAKEM perlu menanggulanginya dengan strategi tertentu demi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Salah satunya dengan tindakan preventif; sosialisasi, bimbingan dan penyuluhan masyarakat atau dengan cara represif; pernyataan tertulis, penutupan tempat, penyitaan alat dan penyidikan atau Kuratif rehabilitatif; bimbingan spiritual, pendekatan psikologis dan sosiologis. Namun, bagi penulis yang juga lebih penting adalah juga dengan dukungan masyarakat secara umum.

Buku ini menyuguhkan fenomena menarik bagi pembaca, khususnya ihwal beredarnya aliran sesat yang meresahkan masyarakat. Dilengkapi dengan data, fakta dan analisis yang tajam, buku ini kiranya perlu untuk dibaca. Sebuah buku yang menguak fenomena aliran menyimpang di Indonesia dalam abad 21 ini. 

*Peresensi adalah Peneliti pada Central For Studies Of Religion and Culture (CSRC) Yogyakarta


Terkait