Sudah banyak buku ilmiah yang terbit dan beredar dalam membahas jawaban atas tuduhan kaum Wahabi, baik hasil goresan tangan para ulama Nusantara maupun mancanegara dengan berbagai bahasa dan karakter penulisan, satu di antara buku tersebut berjudul Meriri Benang Kerukut. Buku yang ditulis oleh TGH. Munajib Khalid, ulama kelahiran Bumi Seribu Masjid, Lombok, Nusa Tenggara Barat, ini terhitung unik karena dikemas dalam Bahasa Sasak.
Buku-buku yang beredar di masyarakat menuliskan tentang jawaban atas tuduhan-tuduhan kelompok Wahabi ini, ada yang hanya menjawab tuduhan pada satu amaliah saja. Misalnya hanya menjawab tuduhan terhadap ziarah kubur, tawasul kepada para nabi dan wali, dan lain sebagainya. Ada juga yang menjawab secara menyeluruh.
Contoh buku yang menjawab tuduhan Wahabi tentang ketidakbolehan ziarah kubur, al-Jauhirul Manzham fi Ziyaratil Qabri al-Syarif al-Nabawi al-Mukram, karya Syekh Ibnu Hajar al-Makki. Sementara itu buku yang menjawab tuduhan Wahabi tentang ketidakbolehan tawasul kepada nabi dan wali, Ittihaf al-Adzkiya bijawazi at-Tawasul bi al-Anbiya’ wa al-Auliya’, karya Syekh Abdullah bin Muhammad al-Ghamari. Keduanya ditulis menggunakan bahasa Arab. Selain itu, masih banyak pula buku yang membahas jawaban atas tuduhan Wahabi atas amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).
Buku Meriri Benang Kerukut karya dari TGH. Munajib Khalid yang akan dibahas kali ini, termasuk dalam jenis tulisan yang menjawab tuduhan Wahabi secara menyeluruh terhadap amaliah Aswaja.
Profil Singkat Penulis
TGH. Munajib Khalid merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Halimy Lombok Barat. Selain sibuk mengajar di pesantrennya, ia juga sering melakukan safari dakwah dengan mengisi jadwal kajian keagamaan bersama masyarakat di berbagai wilayah di pulau Lombok. Saat ini, ia menjabat sebagai pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk wilayah Nusa Tenggara Barat.
Mengenal Buku Meriri Benang Kerukut
Meriri Benang Kerukut diambil dari bahasa Sasak yang bermakna memperbaiki benang yang kusut. Pengambilan tiga kosa kata tersebut, bukan sekadar untuk penamaan sebuah karya, lebih dari itu juga memiliki penjelasan dan alasan tersendiri.
Tuan Guru Munajib, sapaan akrabnya, dalam bagian pengantar penulis, menjelaskan bahwa penamaan buku ‘Meriri Benang Kerukut’ bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang isi pembahasan yang terkandung dalam buku secara umum, yakni sebagai sarana edukasi masyarakat terkait isu-isu yang masih menimbulkan kegaduhan dan kebingungan di tengah masyarakat. Terutama yang bersinggungan dengan tradisi keagamaan, khususnya di suku Sasak-Lombok.
Dijelaskan Tuan Guru Munajib, buku ini hadir untuk meluruskan tuduhan Wahabi yang mulai terus memengaruhi ajaran Ahlussunah wal Jamaah di tengah masyarakat. Dampaknya, hal ini menimbulkan perdebatan panjang yang tidak berujung. Dengan begitu, buku ‘Meriri Benang Kerukut’ bisa menjadi penengah dan melakukan tabayun atas paham yang tengah beredar.
Selanjutnya, isi buku ini dikemas menggunakan bahasa Sasak dengan mencakup tiga pokok pembahasan, yaitu pada bagian pertama membahas Tauhid, bagian kedua tentang Fiqih, dan bagian ketiga tentang Tasawuf. Setiap sub-bagian buku ini ditulis dengan metode tanya jawab.
Bagian pertama yang berisi tentang Tauhid, penulis mencantumkan 19 pembahasan yang menjawab tuduhan Wahabi terhadap pemahaman kelompok Aswaja yang berkaitan dengan urusan teologi. Di antaranya adalah menuduh ziarah kubur atau bertawasul itu syirik, Al-Qur’an adalah makhluk, dan sebagainya.
Bagian Kedua yang berisi tentang Fiqih, penulis mencantumkan 21 pembahasan yang menjawab tuduhan Wahabi terhadap pemahaman kelompok Aswaja yang berkaitan amalan ibadah, muamalah dan munakahat. Di antaranya menuduh membaca qunut itu bid’ah, menganggap mengeluarkan zakat penghasilan itu tidak wajib, dan lain-lain.
Bagian Ketiga yang berisi tentang Tasawuf, penulis mencantumkan 17 pembahasan yang menjawab tuduhan Wahabi terhadap pemahaman kelompok Aswaja yang berkaitan dengan tarekat, di antaranya tuduhan tarekat itu tidak butuh mursyid, zuhud adalah perbuatan sesat, sifat wara’ sebagai karakter yang merugikan, dan lain-lain.
Di sisi lain, gambaran metode penulisan dengan menggunakan penerapan tanya jawab di setiap sub bagian pembahasan dalam buku Meriri Benang Kerukut ini, menjadikannya cukup menarik untuk dibaca dan mudah dipahami.
Misalnya, dalam pembahasan tentang tuduhan Wahabi atas ziarah kubur, penulis mengemas tulisan dengan narasi: “Kenapa Anda menuduh bahwa ziarah kubur itu syirik, saudara? Jangan seperti itu. Anda mau tahu landasannya? Saya akan jabarkan untuk anda di sini.”
Dengan metode ini, penulis seolah-olah mengajak pembaca untuk berdiskusi atas pemahaman mereka terhadap suatu masalah, meskipun terkesan seolah pembaca diumpamakan seperti bagian dari kelompok Wahabi yang menuduh amaliah Aswaja.
Selanjutnya, penggunaan bahasa Sasak sebagai sarana komunikasi dalam buku ini bukan tanpa tujuan. Dalam pengantarnya penulis menjelaskan, pemilihan bahasa daerah ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman bagi masyarakat asli suku Sasak secara umum. Sebab, sebagian masyarakat yang terdampak atas tuduhan-tuduhan paham Wahabi ini memiliki latar belakang pendidikan berbeda sehingga menyulitkan mereka memahami Bahasa Indonesia.
Dari segi isi, buku karya Tuan Guru Munajib ini cukup lengkap dengan menjawab setiap tuduhan-tuduhan yang dilayangkan oleh kelompok Wahabi berdasarkan dalil yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, kemudian dipadukan dengan realitas ritual keagamaan yang menjadi tradisi di kalangan masyarakat suku Sasak-Lombok, sehingga pembaca akan merasa terhubung dengan penulis dan keadaan di lingkungan tempat mereka tinggal.
Selanjutnya, kekurangan dari buku ini adalah belum adanya penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Sebab, Meskipun buku ini ditulis untuk kalangan masyarakat daerah, keberadaannya tentu juga dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia secara umum.
Judul: Meriri Benang Kerukut
Penulis: Drs. TGH. Munajib Khalid
Penerbit: Yayasan Pondok Pesantren Al-Halimy
Periode Cetakan Pertama: Agustus, 2018
Ketebalan: 311 halaman
ISBN: 978-602-50911-5-5
Peresensi: Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman