Pustaka

Pedoman Bertamu ke Rumah Allah

Senin, 4 Maret 2013 | 10:01 WIB


Judul : Syarah Al-Hikam, Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu Athaillah + Tafsir Motivasinya  
Penulis : Denis Arifandi Pakih Sati, Lc
Penerbit : Divapress, Yogyakarta 
Cetakan : I, September 2011 
Tebal : 492 halaman 
Harga : Rp. 65.000,-
Peresensi: Ammar Machmud

<>
Perjalanan seorang hamba dalam menggapai kesucian jiwa menuju sang Khalik demi meraih cinta-Nya jelas tak semudah seperti membalikkan telapak tangan, tapi hal ini bukan berarti tak mungkin bisa ditempuh. Jika kita memang benar-benar memiliki niat suci, hati yang bersih, jiwa yang tenang, serta selalu pasrah kepada-Nya, maka bukan tak mungkin kita akan selalu mendapat pertolongan-Nya dan mendapatkan keridlaan-Nya. 

Untuk bisa memiliki niat yang suci, hati yang bersih, serta jiwa yang tenang, maka jawabannya tak ada pilihan lain selain memahami ilmu mistisisme Islam (tasawwuf) secara aplikatif. Dalam blantika mistisisme Islam, nama Ibnu Athaillah as-Sakandari yang tersohor dengan master piecenya, Al-Hikam, tentu tak diragukan lagi kapasitas dan kredibilitas keilmuannya. Ia adalah salah satu dari sekian banyak ulama yang telah melampaui umur sejarah keilmuannya ketimbang umur biologisnya. 

Tentu dalam memahami karyanya itu, terkadang sebagian diantara kita dapat memahaminya secara komprehensif pada bagian tertentu, tapi tak jarang juga kita justru bingung di bagian yang lain. Maka, kehadiran buku berjudul Syarah Al-Hikam, anggitan Denis Arifandi Pakih Sati ini bermaksud mengelaborasi hikmah serta pelajaran yang terkandung di dalamnya secara detail dengan suguhan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. 

Buku setebal empat ratus sembilan puluh dua halaman ini sungguh dahsyat, karena di dalamnya terkandung dua ratus enam puluh enam nasehat berharga sarat teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi kehidupan umat Islam sehari-hari. Isinya, sungguh mampu menggetarkan jiwa umat Islam sekaligus mampu memberikan motivasi ditengah kegersangan dahaga spiritualitas keagamaan. 

Sebagai tamsil, dalam judul “Menunda Amal” Pakih Sati mengelaborasi bahwa sebagian diantara kita, (mungkin) sering kali menunda ibadah dan amal kebajikan dengan dalih yang beranekaragam; seperti sibuk bekerja, waktunya belum tepat, atau alasan lainnya. Tapi, sadarkah Anda seandainya waktu ibadah Anda habis karena ajal telah tiba? Kepada siapa Anda hendak minta pertolongan, jika tak punya amal saleh? Dari sini, dapat disimpulkan secara gamblang bahwa menunda amal kebajikan untuk menunggu waktu luang merupakan bentuk kebodohan jiwa yang nyata (hal. 56).   

Selain itu, dalam buku ini juga diterangkan terkait pelajaran berharga ihwal cara agar mampu mencapai Allah Swt. Sadar atau tidak, terkadang diantara hati kecil kita —yang mengklaim telah melakukan amal saleh lebih banyak dari pada orang lain— membersitkan kesombongan diri bahwa “kelak, saya pasti dijamin Allah akan masuk surga”. Meski ungkapan semacam ini baru sebatas didalam hati (belum atau tidak diujarkan pada orang lain), tapi ungkapan semacam ini jelas sudah menodai kesucian hati seorang muslim yang hendak meraih cinta-Nya. 

Jika hal ini dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk menghilangkannya, maka lama kelamaan, hal ini akan menjadi penyakit hati. Dan jika penyakit hati ini terus bersemayam dalam diri seseorang tanpa adanya baluran nasehat, maka kelak hati tersebut akan keras membatu, dan pada akhirnya terhalang menuju makrifat pada-Nya dan sirna memperoleh cinta dari-Nya. 

Buku ini sungguh merupakan pedoman wajib bagi para salik (pencari Tuhan) yang ingin serius mendekatkan diri kepada Sang Khalik dan ingin mendapatkan cinta-Nya. Buku ini ibarat pelita yang menjadi penerang bagi setiap salik yang hendak bertamu ke rumah-Nya. Selain itu, buku ini juga sangat bagus dan layak baca bagi umat Islam siapapun yang hendak mengarungi ganasnya kehidupan di dunia agar kelak mendapatkan kebahagiaan abadi di negeri akhirat. 

Peresensi adalah penikmat buku, alumnus IAIN Walisongo Semarang


Terkait