Risalah Redaksi

Ayo Kembali ke Pesantren

Senin, 16 Mei 2016 | 13:30 WIB

Gerakan kembali ke pesantren dalam satu tahun ini menggema dengan kencang dengan tagline Ayo Mondok. Upaya mengenalkan pesantren ke luar kalangan nonsantri melalui berbagai saluran, termasuk media sosial sepeti facebook dan twitter ini cukup berhasil. Dari berbagai laporan di daerah, banyak santri baru yang tidak berlatar belakang pesantren tertarik masuk pesantren setelah mendengar berbagai kelebihan yang dimiliki pesantren yang sebelumnya tidak dikenal.

Di Pasuruan, pada 13-15 Mei, diselenggarakan silaturrahmi nasional (silatnas) Ayo Mondok sebagai tindak lanjut strategi mengajak para siswa belajar di pesantren. Momentum pertemuan ini sangat pas kerena bertepatan dengan menjelang masuknya tahun ajaran baru karena saat inilah waktunya santri baru masuk pesantren. Saat ini, sebagian besar pesantren membuka sekolah formal yang kurikulumnya mengikuti ketentuan pemerintah sementara proporsi pesantren salafiyah yang murni mengajarkan materi agama semakin kecil.

Ketertarikan masyarakat terhadap pesantren belakangan semakin meningkat, terutama didasari oleh kekhawatiran pergaulan putra-putrinya yang semakin jauh dari nilai-nilai moral Islam seperti maraknya pornografi, narkoba, Islam radikal, dan lainnya. Mereka merasa aman menitipkan putra-putrinya di pesantren karena di situ diajarkan pendidikan moral dan karakter. Sebagai contoh, sejauh ini tidak pernah ada berita tawuran di pesantren. Ini menunjukkan bahwa selama ini pendidikan karakter yang diajarkan cukup berhasil. Dalam sosialisasi Ayo Mondok di twitter yang sempat menjadi trending topic tingkat dunia beberapa waktu lalu, para tokoh nasional dalam berbagai bidang mengapresiasi pesantren dan bahkan mereka mengaku lulusan pesantren. Lulusan pesantren, ternyata mampu berkiprah dalam berbagai bidang.  

Apa yang telah dicapai pesantren dengan  keikhlasan para kiai dan ustadznya patut diapresiasi. Tentu kita tak boleh puas untuk mencapai tahap itu karena tantangan di luar semakin banyak. Untuk menarik kembali masyarakat mendidik anaknya di pesantren, sejumlah hal harus dibenahi seperti kualitas pengajaran, kualitas kebersihan, sampai dengan peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang perbaikan proses belajar mengajar. Tanpa melakukan hal tersebut, upaya menjadikan pesantren sebagai rujukan utama pendidikan Islam yang berkualitas yang lulusannya bukan hanya pintar mengaji, tetapi juga mampu berkiprah dalam berbagai bidang profesi dan keilmuan susah tercapai.   

Tentu untuk mencapai hal tersebut, bukan hal yang mudah karena pesantren selama ini dikelola secara mandiri oleh kiai dengan dukungan masyarakat. Untuk memenuhi infrastruktur dibutuhkan biaya yang mahal dan jika hal tersebut dibebankan kepada wali murid, hanya golongan tertentu saja yang bisa mengakses pesantren. Padahal dari dulu pesantren merupakan lembaga pendidikan yang bisa dijangkau oleh semua kalangan. Perhatian pemerintah sudah meningkat, tetapi belum memadai untuk mendukung pembiayaan pesantren sebagaimana dana yang diberikan kepada sekolah atau madrasah.

Di satu sisi, terdapat kelompok baru berupa kelas menengah Muslim yang tidak sensitif terhadap biaya pendidikan tetapi menginginkan kualitas yang baik. Kelompok seperti ini juga harus diperhatikan mengingat jumlahnya semakin besar karena kalau tidak, mereka akan mendidik anaknya di sekolah Islam yang secara kualitas memang baik, tetapi materi keagamaannya kurang sehingga ke depan, mereka rentan menjadi sasaran kampanye kelompok Islam radikal. Penting pula untuk mendirikan pesantren dengan fasilitas memadai, tetapi tidak menekankan kemewahan fasilitas bagi kelompok kelas menengah Muslim ini. Inti di pesantren adalah mengajarkan ilmu, sedangkan fasilitas, hanya pendukung prosesnya. Jangan sampai kalangan pesantren terjabak mendirikan pesantren yang menonjolkan kemewahan saja tetapi kehilangan substansi pengajaran sebagaimana yang terjadi di sekolah-sekolah swasta.  

Apa yang dilakukan kalangan pesantren dengan gerakan Ayo Mondok itu patut diapresiasi sebagai upaya pesantren terus berbenah dalam kompetisinya dengan sistem pendidikan lain di Indonesia. Upaya ini harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan pesantren. Tentu untu mencapai hasil yang maksimal, perlu kerja keras dan kesabaran karena hasil yang dicapai tidak bisa diraih seketika. (Mukafi Niam)


Terkait