Risalah Redaksi

Kemerdekaan Masih Perlu Diperjuangkan Lagi

Selasa, 16 Agustus 2005 | 04:08 WIB

Hari ulang tahun kemerdekaan RI ke 60- ini disambut meriah oleh seluruh warga negara, tidak peduli mereka merasa diuntungkan atau tidak hidup di alam kemerdekaan ini, yang jelas mereka merasa kemerdekaan itu ada, dari kemedekaan itu mereka berharap mendapatkan secercah kesejahteraan. Ulang tahun dirayakan sebagai rasa syukur atas perjuangan para pahlawan, dengan harapan masa depan bangsa dan negara ini lebih baik. Harapan itu selalu diulang setiap menjelang 17 Agustus, tidak peduli harapan itu semakin hari semakin jauh dari gapaian mereka.


Tetapi apa yang terjadi, kalangan elite politik, kalangan intelektual punya harapan lain, setidaknya punya cara pandang yang berbeda. Mereka meletakkan negeri ini dalam kancah politik global, tanpa batas wilayah, tanpa batas ideologi, akhirnya negeri ini ada tetapi tidak memiliki substansi. Negeri kaya sumber alam, tetapi rakyat miskin, negara penghasil beras, tetapi rakyat kelaparan, negara penghasil minyak, tetapi mengalami kekurangan bahan bakar.Mereka yang semestinya bersorak mendapat keuntungan, malah merintih didera kelangkaan.

<>


Keadaan itu dianggap sebagai keadaan yang alamiah, termasuk oleh kalangan terpelajar, bukan kondisi yang direncanakan. Kalau dulu dalam undang-undang dasar dikatakan bahwa hajat hidup orang banyak dikuasai negara, tetapi sekarang ini hajat hidup orang banyak tidak dikuasai negara, tetapi dikuasai asing, persis zaman penjajahan semua dikuasai kompeni. Tanam paksa membuat rakyat menderita, tetapi membuat Belanda jaya perkasa. Demikian juga swastanisasi sektor strategis negara membuat rakyat Indonesia miskin, sebab seluruh hasil bumi, sektor jasa dan perdagangan dibawa keluar negeri, rakyat Indonesia hanya menjadi buruh yang dibayar semaunya.
Rakyat hanya merasa miskin, tetapi tidak tahu sebabnya, sebab kalangan terpelajar, para intelektual para politisi, para ahli ekonomi, menjelaskan bahwa semuanya itu terjadi hanya karena adanya mekanisme pasar yang membuat kita kalah bersaing. Hanya itu. Karena mereka dididik secara kolonial, maka mereka tidak tahu bagaimana system kolonial bekerja, bahkan menjadi pendukung system kolonial memeras rakyat, menguras kekayaan negara.


Ketika sektor ekonomi telah dikuasai sepenuhnya oleh kapitalisme asing, maka mereka merambah ke sector politik, dengan mendorong perubahan undang-undang dasar, agar sesuai dengan kepentingan kolonial. Upaya perubahan konstitusi itu sering kali dilakukan, tetapi gagal, ketika demokrasi liberal diberlakukan, maka dengan sigap Soekarno mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 45 yang menjaga kedaulatan negara dan keutuhan bangsa dan rakyat, sehingga negeri ini bisa ditata kembali sesuai dengan semangat revolusi, semangat bebas dari penjajahan.


Reformasi yang diharapkan membawa perbaikan politik dan ekonomi ternyata semakin memperburuk keadaan.  Ketika system politik represif diganti yang lebih demokratis, ternyata yang menganti tersebut bukan lagi rakyat, tetapi masuk kepentingan kolonial yang mendompleng, sehingga pasal-pasal yang membela dan melindungi rakyat hilang atau disamarkan. Kemudian memberikan peluang seluas-luasnya bagi intervensi asing ke negeri ini, demi alasan kemanusiaan, alasan demokrasi yang dicari-cari.


Tragis, kemerdekaan yang dicari, tetapi kemerdekaan bagi bangsa lain untuk menjajah, akhirnya rakyat kembali terjajah, negara berdiri tanpa kekuasaan, semuanya didikte oleh kelompok asing, kelompok penjajah yang berbulu lembaga tinggi dunia yang bernaung di PBB dan lembaga internasional lainnya. Karena semuanya berbalut demokrasi, berbulu kemanusiaan maka penjajahan yang ganas dan rakus tidak dirasakan, walaupun implikasinya sangat menyakitkan, ribuan penduduk kelaparan, terlantar tidak bisa bekerja atau tidak mampu lagi sekolah.
Melalui refleksi kemerdekaan RI ke –60 ini bangsa Indonesia mesti disadarkan bahwa mereka masih terjajah oleh penjajah baru dengan wajah baru, tetapi intinya sama yaitu merebut kekuasaan politik, kemudian mengeruk kekayaan ekonomi dengan memeras dan menindas rakyat. Perilakumya tidak berbeda. Rakyat harus dijauhkan dari opini kaum intelektual didikan penjajah, yang melihat subsidi sebagai dosa, karena memanjakan rakyat. Penjajahan asing dianggap sebagai kewajaran, karena mereka dipiara oleh kekuatan kolonial, tidak beda dengan para ambtenar zaman Belanda dulu.


Komitmen rakyat terhadap keutuhan dan kebesaran bangsa ini harus terus ditegakkan, baru dengan adanya kemerdekaan itu, aspirasi rakyat bisa diperjuangkan. Kalau negara tidak lagi berkuasa seperti sekarang ini, kalau bangsa tidak punya harga diri seperti saat ini, maka tidak mungkin negara dan bangsa melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Karena itu kemerdekaan jangan hanya dirayakan, tetapi perlu terus diperjuangkan dari cengkeraman para kapitalis dan kolonialis yang menjarah Indonesia secara politik, ekonomi dan budaya sekarang ini. Indonesia yang merdeka dan bermartabat perlu diperjuangkan dalam momentum ini. (munim dz)

 


 


Terkait