Syukur Alhamdulillah harus kita ucapkan kepada Allah, ternyata Nahdlatul Ulama terus tumbuh dan berkembang dalam usianya yang ke-93 pada 16 Rajab 1437 H yang bertepatan dengan Ahad, 24 April 2016. Tak banyak organisasi yang mampu bertahan hidup dalam usia tersebut dan terus dapat berkembang.
Warga NU memiliki tradisi merayakan banyak hal, termasuk peringatan harlah, selain peringatan Maulid, Isra Miraj, haul, dan lainnya. Seringkali perayaan harlah diselenggarakan secara besar-besaran dengan mengumpulkan massa di suatu tempat. Tentu semua itu membutuhan energi yang besar. PBNU menyampaikan pesan agar pelaksanaan harlah diselenggarakan secara sederhana namun khidmah.
Pola pelaksanaan harlah dan kegiatan di lingkungan NU yang sering mengundang massa besar memang harus di evaluasi tingkat efektif dan efisiensinya. Kegiatan seperti ini selalu membutuhkan tenaga ekstra untuk penyelenggaraannya. Beberapa bulan sebelumnya sudah dibentuk panitia yang melibatkan banyak orang. Dana yang dibutuhan biasanya juga besar untuk sebuah acara yang hanya berlangsung satu hari. Setelah kemeriahan berlalu, semuanya juga selesai tanpa bekas. Tenaga dan uang yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih produktif juga habis seketika itu juga.
Tradisi mengumpulkan massa sesungguhnya saat ini lebih dominan dilaksanakan oleh partai politik untuk menunjukkan besarnya jumlah dukungan dari pemilih. Semakin banyak yang datang dalam sebuah acara, acara tersebut dianggap lebih sukses. Semua orang kini sudah tahu bahwa NU merupakan organisasi massa Islam terbesar di Idonesia. Bukan lagi saatnya unjuk gigi dengan menunjukkan jumlah pengikutnya yang besar. Lebih baik sumber daya yang ada digunakan untuk menyelesaikan berbagai tantangan baru yang lebih krusial seperti persoalan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi warga.
Untuk mencapai tujuan itu semua, tidak dibutuhkan kemampuan menggalang massa yang besar, tetapi bagaimana mengelola organisasi dengan baik, melakukan inovasi, dan keberanian mengambil risiko. Jika berhasil maka dampak yang ditimbulkan akan bermanfaat secara jangka panjang, bukan langsung habis seketika. Jika NU memiliki lembaga pedidikan atau lembaga kesehatan yang bagus, hal ini akan menjadi kebanggaan warga dan pengakuan masyarakat terhadap keberadaan NU. Tetapi kerja-kerja seperti itu merupakan kerja berjangka panjang yang membutuhkan ketekunan, kesabaran, ketangguhan, dan berbagai kemampuan mental lainnya. Mereka harus bekerja dalam sunyi, tanpa hiruk-pikuk dan tepuk tangan seketika dari warga sebagaimana pidato-pidato yang mengundang massa besar. Apresiasi baru diberikan jika hasilnya sudah benar-benar nyata.
Kerja-kerja berorientasi jangka panjang inilah yang harus menjadi sasaran NU karena organisasi kita ini tidak diproyeksikan untuk hidup hanya pada hari ini saja. NU diproyeksikan untuk terus ada sampai kapanpun. Membangun sebuah institusi pendidikan yang representatif selama sepuluh tahun mungkin tidak ada apa-apanya jika lembaga pendidikan tersebut terus ada dan memberi sumbangsih kepada masyarakat selama puluhan tahun berikutnya.
Bagi NU, jika ingin menyampaikan sesuatu kepada masyarakat, kini banyak saluran komunikasi yang bisa digunakan secara lebih efisien dibandingkan dengan mengumpulkan massa di suatu tempat untuk mendengarkan tausiyah atau ceramah para ulama. Jika pun harus mengumpulkan jamaah sebaiknya diselenggarakan di masjid, yang lebih kental suasana ibadahnya. Dalam berbagai kesempatan, PBNU kini menyelenggarakannya di Masjid Istiqlal Jakarta, bukan di Gelora Bung Karno atau tempat lain. PWNU atau PCNU bisa mamanfaatkan masjid jami di tempatnya masing-masing untuk merekatkan hubungan antara warga dan pengurus NU. (Mukafi Niam)