Risalah Redaksi

Memanage Intelektual NU

Kamis, 1 Maret 2012 | 11:16 WIB

Nahdlatul Ulama dilahirkan oleh para ulama, para intelektual dalam bidang agama. Salah satu embrio yang menjadi penggerak berdirinya NU adalah Taswirul Afkar, sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang keilmuan dan budaya yang didirikan pada tahun 1922 di Surabaya. Disinilah para pemikir dan intelektual NU mengkaji berbagai permasalahan keagamaan dan kebangsaan yang dihadapi masyarakatnya yang waktu itu mengalami dinamika sangat cepat.

Perjuangan dan pengorbanan para ulama dalam kemerdekaan Indonesia, baik dalam ranah pemikiran maupun perjuangan fisik tak sia-sia, dan NU terus memainkan perannya sesuai dengan konteks zaman sampai sekarang ini. Keanggotaan NU juga semakin luas seiring tingginya mobilitas masyarakat. Demikian pula, lahan garapan yang ditanganinya semakin luas, seiring kembalinya NU menjadi organisasi sosial keagamaan sejak tahun 1984.
<>
Seiring dengan perkembangan zaman, tantangan dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi semakin meningkat. Banyak permasalahan yang perlu keahlian khusus dalam penanganannya. Konsep dakwah tak hanya dakwah billisan, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan untuk memberi hasil yang maksimal. Kiai tidak cukup memberi tahu masyarakat akan haramnya riba, tetapi juga haus mempersiapkan infrastuktur ekonominya berupa lembaga pembiayaan yang ramah terhadap rakyat kecil agar pesan tersebut bisa terlaksana dengan efektif.

Struktur perangkat organisasi NU melalui lajnah, lembaga, dan badan otonom telah menggambarkan pembagian tugas dan peran ini, seperti adanya Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU), Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU, Ansor, Muslimat, serta perangkat lainnya. PBNU menjadi tempat untuk melakukan koordinasi, konsultasi dan evaluasi bagi jalannya perangkat organisasinya. Di tangan perangkat organisasi inilah ditentukan bisa berjalan atau tidaknya berbagai program pemberdayaan masyarakat yang pada akhirnya akan menunjukkan eksistensi NU yang sebenarnya.

Jika NU tidak dekat dan tidak mampu memberi manfaat kepada masyarakat, keberadaan NU tidak lagi dianggap perlu, la yamuutu wala yahya, hidup enggan mati pun segan. NU akan ditinggalkan ummatnya dan organisasi lain yang saat ini dengan gampang didirikan sebagai konsekuensi adanya kebebasan, apapun ideologinya, liberal atau radikal, siap mengambil alih umat yang membutuhkan pembimbing. Pendekatan kepada umat tidak cukup hanya dengan penyampaian dalil doktriner saja, tetapi harus melalui bentuk nyata solusi problematika yang dihadapi.

Tentu saja, masing-masing perangkat organisasi ini akan berjalan dengan baik jika ditangani oleh para ahli dan kader yang memiliki komitmen tangguh dalam perjuangan. NU harus mampu menata dirinya dulu sebelum mampu menata yang lain. Tidak mungkin mampu memberikan pertolongan kepada pihak lain jika dirinya sendiri saja belum beres.

Disinilah pentingnya NU mengembangkan jaringan kader yang memiliki kepakaran dalam berbagai bidang untuk menjalankan khidmah nahdliyyah. Pada zaman dahulu, ulama merupakan tempat bertanya untuk semua hal, mulai dari masalah agama, pengobatan, pertanian, politik, dan lainnya. Tetapi perkembangan ilmu dan pengetahuan yang cepat membutuhkan spesialisasi atau bahkan subspesialisasi. Peran-peran yang sebelumnya dipegang satu orang kini menjadi tugas bersama dalam sebuah team work. Menjadi tugas NU untuk mengelola para ahli ini.

Banyak di antara jutaan kader yang dimiliki keahlian dalam berbagai bidang. Proses transformasi Indonesia yang terus berjalan ini telah melahirkan banyak intelektual dari lingkungan NU. Bukan hanya memiliki kepakaran dalam bidang agama, ahli bioteknologi sampai pakar nuklir pun ada, tinggal bagaimana mereka ini bisa dikelola dan disinergikan sehingga menghasilkan kemanfaatan yang luar biasa. Persoalan yang dihadapi sekarang bukan ada atau tidak ahli yang bisa mengerjakan, tetapi bagaimana memanagenya.

Hal inilah yang mendasari relevansi pendirian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) sebagai wadah bernaung intelektual NU yang baru-baru ini menyelenggarakan kongres I pada 18-20 Februari di kampus Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan. ISNU menjadi tugas besar ISNU untuk mampu mengelola para ahli dan pakar untuk kemaslahatan nahdliyyin. (mukafi niam)


Terkait