26 Desember enam tahun lalu, Gus Dur meninggalkan kita semua. Secara fisik memang ia telah pergi, tetapi warisan yang ditinggalkan buat warga NU dan bagi perjalanan bangsa Indonesia tak terkira besarnya. Bagi warga NU, Gus Dur telah menjadi ikon perubahan yang membuat NU menjadi organisasi yang dinamis dan memiliki pengaruh besar di tingkat nasional, <>bahkan dikenal di tingkat internasional. Gus Dur telah melahirkan kader-kader yang kini menduduki posisi-posisi kunci di PBNU dan meneruskan perjuangannya.
Bagi bangsa, Gus Dur dikenal atas keberaniannya mengatakan kebenaran dihadapan penguasa Orde Baru yang represif. Ia memperjuangkan kelompok minoritas seperti pengikut Konghuchu agar memiliki kebebasan beribadah dan menjalankan perayaan keagamaan. Penghargaan terhadap keragaman dan ajaran agama yang moderat dan toleran yang diajarkannya kini semakin banyak dipahami, sekalipun kelompok-kelompok radikal masih ada.
Di tengah-tengah berbagai persoalan bangsa, selalu ada kerinduan “Seandainya Gus Dur masih hidup, beliau pasti akan membela”, “Gus Dur takkan tergantikan” atau ungkapan senada yang menunjukkan kebesarannya. Persoalan akan selalu ada, dan itu penting untuk menguji kita. Ujian akan menunjukkan seberapa besar kapasitas kita dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Gus Dur telah mengajari kita banyak hal dan menjadi kewajiban kita untuk melaksanakan pelajaran-pelajaran hidup tersebut, termasuk bagaimana menyiapkan kader untuk meneruskan perjuangan kita ke depan.
NU akan terus berubah sesuai dengan tuntutan zaman. Gus Dur dengan pengaruh personalnya telah mampu mendinamisir NU. Banyak organisasi besar pada awalnya memang mengandalkan kharisma para pemimpinnya, tetapi untuk selanjutnya roda organisasi harus didasarkan pada sistem. Dalam hal ini NU memiliki sumber daya melimpah yang memiliki kompetensi dalam berbagai bidang. NU memiliki ahli bidang ekonomi, pertanian, nuklir dan lainnya, tak sekedar ahli agama. Kini tugas para pemimpin NU adalah bagaimana mengelola agar potensi yang terserak tersebut bisa bermanfaat secara maksimal untuk melaksanakan visi dan misi NU mengembangkan Islam rahmatan lil alamiin.
Pemimpin berkualitas tidak datang dengan sendirinya dari langit. Kapasitas personal para calon pemimpin NU di masa depan untuk menghasilkan Gus Dur-Gus Dur baru bisa dibangun melalui institusi pendidikan dan memberi mereka tanggung jawab kepemimpinan. Banyak orang yang memiliki potensi besar, tetapi tak banyak yang memiliki kesempatan untuk bisa mengembangkan potensi tersebut secara maksimal. Untungnya, sarana pendidikan kini jauh lebih baik dibandingkan dengan zaman ketika Gus Dur dibesarkan. Dengan demikian, tentu semakin banyak calon pemimpin berkualitas yang tersedia. Menjadi tugas para pemimpin NU untuk memberi ruang berkreasi dengan menyediakan sarana serta tempat pelatihan kepemimpinan melalui berbagai lembaga dan badan otonom dengan sistem rekrutmen yang lebih tertata sehingga mereka yang memiliki potensi kepemimpinan yang tertinggilah yang nantinya mendapat kesempatan memimpin. Jika itu berhasil, kita tidak perlu lagi khawatir kepada siapa tongkat kepemimpinan NU ke depan diserahkan karena generasi muda telah siap.
Wajah NU pada 20-30 tahun ke depan merupakan hasil dari proses pengkaderan yang dilakukan saat ini. Jika NU ingin memperluas pengaruhnya dalam level yang lebih luas, di tingkat regional atau internasional, maka pola rekrutmen dan penggodokan calon pemimpin juga harus lebih baik. Kepada merekalah kita serahkan keberlanjutan Islam yang ramah. (Mukafi Niam)