Kondisi dunia Islam belakangan ini semakin memprihatinkan dengan banyaknya konflik, terutama di kawasan Timur Tengah, yang kemudian menimbulkan problem pengungsi di seantero dunia. Kekerasan di kawasan tersebut juga menjadi ajang pelatihan “terorisme” bagi kelompok-kelompok Islam garis keras. Tak heran, berbagai tindakan bom bunuh diri dan radikalisme menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Indonesia beberapa waktu lalu juga mengalami teror “Bom Thamrin” yang pelakunya merupakan militan yang bergabung dengan kelompok garis keras di Suriah. Problem tersebut bukan hanya urusan dalam negeri masing-masing negera, tetapi telah menjadi masalah bagi banyak negara.
Tentu kita prihatin dengan kondisi tersebut. Kita bisa mengelak bahwa itu bukan ajaran Islam, tetapi fakta bahwa para pelaku radikalisme beragama Islam atau negara-negara yang sedang mengalami konflik merupakan negara dengan penduduk Muslim mau tidak mau harus diakui, ada persoalan dalam tubuh Islam. Dengan mengakui adanya persoalan tersebut, kita bisa mengevaluasi diri dan melakukan perbaikan, daripada menyalahkan pihak luar dengan teori konspirasi, penjajahan, atau hal lainnya dan menilai, tak ada yang salah dengan dunia Islam.
Salah satu persoalan yang muncul adalah tafsir tekstual atas ajaran-ajaran Islam yang menjadi legitimasi dilakukannya kekerasan oleh sekelompok orang. Di sinilah Nahdlatul Ulama, dengan praktik Islam moderat, yang kini diusung dengan tagline Islam Nusantara bisa memberi sudut pandang lain bahwa Islam adalah agama yang damai, yang mampu berdampingan dengan kelompok lain, yang mampu mengembangkan peradaban, dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai upaya untuk menawarkan nilai Islam moderat ke kawasan dunia lain ini, NU menyelenggarakan forum International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil) pada 9-11 Mei di Jakarta. Dalam pertemuan ini, para ulama moderat dari berbagai dunia bisa belajar dan mencari inspirasi bagaimana Indonesia yang mayoritas Muslim bisa hidup dengan damai dengan prinsip Pancasila.
Sementara itu Islam Nusantara adalah sebuah prinsip penghargaan terhadap nilai-nilai lokalitas. Bahwa prinsip Islam paling mendasar adalah menjunjung nilai-nilai kemanusiaan seperti kejujuran, keadilan, menjaga kepercayaan, dan lainnya. Dalam prakteknya, nilai-nilai tersebut diwujudkan sesuai dengan kondisi lokalitasnya masing-masing. Apa yang gagal dipahami saat ini adalah mengaitkan bahwa Islam adalah Arab dan Arab adalah Islam, padahal banyak kondisi yang sangat berbeda. Dengan prinsip seperti ini, tak heran, untuk tampak sebagai Muslim yang baik, harus berpakaian ala Arab, berbicara kearab-araban, dan terutama menganggap tafsir Islam ala Arab sebagai yang paling benar. Di sinilah, NU ingin menunjukkan ragam Islam lain, yang paling pas dalam dunia kekinian yang semakin terhubung antara satu tempat dan tempat lain di seluruh dunia, yaitu Islam moderat yang menghargai keberagaman.
Faktor lain dari permasalahan yang dihadapi dunia Islam adalah lemahnya kepemimpinan negara. Negara seperti Irak dan Afghanistan mengalami konflik berkepanjangan karena pemerintahan yang lemah, yang tidak mampu negara dengan baik. Indonesia, dengan keberadaan ormas besar seperti Nahdlatul Ulama, mampu menjadi penopang dan salurah aspirasi masyarakat atas berbagai persoalan yang terjadi sehingga masalah tidak diselesaikan dengan cara-cara kekerasan.
Pada akhirnya, dunia Islam harus cepat berbenah untuk mengejar ketertinggalan sebagaimana tercermin dalam berbagai indikator yang tiap tahun dirilis seperti indeks pembangunan manusia, indeks korupsi, indeks negara gagal, dan lainnya yang selama ini selalu menempatkan negara-negara Muslim dalam urutan bawah. Pertemuan internasional, baik yang digagas oleh pemerintah dalam bentuk diplomasi antarnegara atau pertemuan yang digagas oleh masyarakat dalam bentuk second track diplomacy, bisa menjadi ajang saling belajar untuk kemajuan bersama. Dunia Islam dapat belajar dari Islam moderat di Indonesia. Demikian pula, Indonesia dapat belajar hal lain dari berbagai kawasan dunia Islam yang akhirnya secara bersama-sama akan menciptakan sebuah peradaban Islam yang maju, (Mukafi Niam)