Risalah Redaksi

Meraih Keselamatan

Jumat, 19 Januari 2007 | 04:50 WIB

Bulan Muharram adalah bulan pembebasan bagi para muttaqin yang terdiri para Nabi dan ulama dari berbagai macam malapetaka dan pederitaan. Kebebasan dan inayah (pertolongan ) Allah datang setelah mereka melakukan mujahadah dengan penuh kesabaran dan keikhlasan atas derita yang ditimpanya dan menyadari bahwa penderitaan tersebut diturunkan Allah karena kelalaian dan kesalahan yang mereka perbuat. Pertolongan Allah datang membebaskan mereka dan mengangkat derajat mereka lebih tinggi dari sebelumnya, setelah lulus dari ujian.

Berkaitan dengan keadaan itu maka sangat bisa dipahami kalau dalam menghadapi bulan Muharram ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat taushiyah atau seruan pada warga NU melakukan puasa sepuluh hari penuh. Selain itu juga diserukan agar mulai saat ini meninggalkan berbagai berbuatan fakhsya wal munkar (keji dan munkar). Sebab berbagai tindakan keji dan munkar itulah yang selama ini mengakibatkan terjadinya bencana.

<>

Bencana alam diakibatkan oleh perusakan lingkungan oleh para pimpinan yang tamak. Tindakan para pimpinan  yang korup mengakibatkan rakyat menderita kelaparan. Kebiasaan saling menipu juga merugikan keseluruhan.

Kita saksikan saat ini berbagai masyarakat ditimpa bencana, tetapi sumbangan untuk kaum terkena musibah itu digunakan untuk kepentingan diri sendiri. Di tengah rakyat yang melarat dan kelaparan akibat kenaikan barang kebutuhan ini, tiba-tiba pimpinan baik di eksekutif maupun di legislatif menggerogoti keuangan negara dengan cara  menaikkan gajinya  sendiri di luar batas kewajaran, sehingga keuangan negara dan daerah makin kering, rakyat makin lapar tetapi para pimpinan makin rakus, makin keji dan makin kaya dengan menjarah semua jaminan kesejahteraan sosial. Tindakan semacam itu  dibiarkan berlangsung ketika sudah di setujui secara resmi, padahal akibatnya terus menggerogoti ketenteraman rakyat, meruntuhkan sendi kehidupan.

Dari situ kemudian muncul berbagai konflik yang memperebutkan harta dan kedudukan duniawi yang tanpa mengenal aturan dan tanpa batas. Selama ini kita hanya memanjatkan doa saat menjelang tahun baru hijriyah yang bertepatan dengan Bulan Muharram. Tetapi untuk saaat ini menjelang Muharram 1428 Hijriyah ini doa saja dianggap tidak cukup, karena itu diserukan untuk melakukan ibadah puasa sebagai bentuk riyadloh. Puasa saja juga tidak cukup, tetapi harus disertai dengan tobat yakni komitmen untuk meninggalkan tindakan zalim, keji dan munkar, yang selama ini terbukti telah melahirkan bencana alam dan sosial serta malapetaka politik. Selain itu disertai berbagai amalan yang shalih memperbanyak dzikir, bersedekah, membantu sesama manusia.

Seruan ini diarahkan ke dalam karena sebenarnya selama ini kemunkaran itu telah terjadi di mana-mana termasuk dalam komunitas sendiri bahkan dalam diri sendiri. Sementara orang selalu beranggapan bahwa kemunkaran itu terjadi di tempat lain dan pada diri orang lain. Setelah melakukan muhasabah (introspeksi) terasa bahwa kemunkaran baik berupa manipulasi, korupsi, manipulasi dan tindakan keji itu tidak hanya terjadi pada orang lain, tetapi juga kita lakukan sendiri. Ketika tahu hal ini maka kita tidak memiliki hak moral untuk menyeru pada orang lain, sebelum kita sendiri berubah. Karena itu seruan dan peringatan ditujukan pada warga NU sendiri tidak terlepas pula para elite ulamanya sendiri, semua berpotensi melakukan  kesalahan atau kemunkaran itu. Sebelum mengingatkan orang NU kalangan NU mengingatkan pada kelompoknya sendiri.

Memang kesalahan yang dilakukan manusia saat ini sudah sangat sempurna, pelanggaran terhadap hukum alam, pelanggaraan terhadap hukum sosial dan pelanggaran terhadap hukum Allah telah terjadi di mana mana, sehingga kehidupan rusak. Kalau bukan karena rahmat Allah tentulah masyarakat ini telah diazab dengan berbagai bencana. Sebelum azab turun, maka bagi yang memiliki kesadaran tidak ada langkah yang harus ditempuh kecuali bertobat, dan seruan itu merupakan ajakan untuk melakukan tobat bersama agar kehidupan umat manusia ini selamat.

Langkah lanjut yang harus ditempuh dari seruan itu adalah perubahan sikap hidup dan gaya hidup. Saat ini orang cenderung sangat materialistis (hubbud dunya), padahal materialisme tanpa disertai moralitas akan menjadi ra'su kulli khathi'ah (pangkal segala bencana). Konsumerisme yang melanda kehidupan masyarakat itulah yang menipiskan semangat pengabdian dan memudarkan semangat mereka untuk berkorban. Padahaal dalam membangun kehidupan bersama, membangun agama, membangun masyarakat dan negara dibutuhkan pengabdian dan pengorbanan.

Prinsip pengabdian dan pengorbana ini dalam NU telah dirumuskan dalam beberapa level ukhuwah (solidaritas): ukhuwah Nahdliyah (solidaritas sesama warga NU) lalu ukhuwah Islamiyah (Solidaritas sesama umat Islam) ukhuwah wahtoniyah (Solidaritas nasional) dan ukhuwah basyariyah (solidaritas kemunisaan universal). Kalau solidaritas itu dilaks


Terkait