Risalah Redaksi

Merdeka Melawan Hawa Nafsu

Sabtu, 20 Agustus 2016 | 14:30 WIB

Rasulullah seusai menjalani sebuah peperangan ditanya oleh salah seorang sahabat tentang jihad terbesar. Kepada pengikut setianya tersebut beliau menjelaskan bahwa jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu. Perang melawan musuh sangat berat dengan risiko kematian, tetapi perang melawan hawa nafsu lebih berat lagi karena melawan diri sendiri. Apa yang disampaikan Rasulullah tersebut merupakan cerminan tantangan yang dihadapi umat Islam hingga saat ini. Tantangan dalam mengendalikan hawa nafsunya, hawa nafsu untuk berkuasa tanpa batas, hawa nafsu untuk mengumpulkan harta dengan segala cara, hawa nafsu untuk mencapai segala sesuatu dengan jalan pintas, dan lainnya. 

Kondisi inilah yang kini dialami oleh bangsa Indonesia. Perjuangan memperebutkan  kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang mudah. Seluruh komponen bangsa terlibat dan bahu membahu mengusir penjajah, termasuk kalangan pesantren. Upaya tersebut tidak sia-sia dengan dideklarasikannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, 71 tahun yang lalu. Kemerdekaan tersebut sekaligus menandai babak baru perjalanan sebuah negara baru bernama Indonesia. Jika sebelumnya kompak mengusir penjajah, lalu masing-masing kelompok berusaha mendominasi yang lain. Bahkan mulai banyak yang berusaha mengambil manfaat secara pribadi, padahal para pejuang rela mengorbankan nyawanya demi sebuah kemerdekaan. 

Hingga kini perjuangan melawan nafsu dari masing-masing individu bangsa Indonesia inilah yang paling berat. Persoalan terbesar yang menghambat upaya untuk mensejahterakan rakyat adalah korupsi. Para koruptor mengeruk harta rakyat untuk kepentingan diri dan keluarganya, sementara jutaan rakyat lain harus hidup dalam kemiskinan. Apa saja berusaha untuk dikorupsi, termasuk beras subsidi untuk orang miskin. Negara sudah berusaha memberi gaji yang memadai untuk para abdi negara agar mereka tidak terjerat korupsi jika gaji sudah mencukupi untuk kebutuhan hidup, tapi tak ada kata cukup untuk keserakahan. Persoalannya bukan lagi soal kebutuhan hidup tetapi soal gaya hidup. Dan, kita tahu tak ada batasan untuk pemenuhan gaya hidup. Mereka ingin selalu ingin memiliki yang terbaik, terbaru, termewah, dan ter..ter... yang lain, sekalipun harus membebankan ongkosnya pada pihak lain. 

Semua orang tahu bahwa korupsi ini jelek, mereka berteriak membenci dan mengutuk korupsi. Tapi korupsi tak berkurang. KPK telah menangkap ratusan orang dan memenjarakannya atas tindakan korupsi yang dilakukannya, tetapi seolah-olah, satu koruptor ditangkap, seribu koruptor lainnya tumbuh. Persoalannya sudah sedemikian kompleks. Koruptor ada di segala lini, dari para pembuat hukum sampai dengan penegak hukum. Masyarakat kehilangan kepercayaan bahwa penyelenggara negara menjalankan amanah yang dipercayakan kepadanya.
 
Membangun sebuah sistem yang baik untuk mencegah korupsi merupakan hal sangat penting, tetapi itu tidak cukup. Membangun karakter bangsa juga tak dapat diabaikan. Inilah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Selama ini pembangunan di Indonesia lebih ditekankan pada pembangunan fisik sedangkan aspek psikis cenderung diabaikan. Akibatnya, banyak anak bangsa yang menekankan keberhasilan-keberhasilan fisik, kesuksesan adalah memiliki mobil mewah, rumah besar, dan sejenisnya, kalau perlu mengorbankan integritas dia sebagai manusia demi memenuhi hawa nafsunya. Korupsi adalah salah satunya.

Merubah budaya bangsa salah satunya dengan melalui pendidikan sejak dini. Pendidikan karakter, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti merupakan beberapa istilah yang digunakan untuk mendidik aspek batin bangsa Indonesia. Pendidikan ini sifatnya abstrak, hasilnya baru diketahui dalam jangka panjang. Tapi jika berhasil, Indonesia akan menjadi bangsa besar. Kemajuan Islam juga cermin dari keberhasilan Rasulullah dalam merubah karakter, merubah akhlak, merubah budi pekerti bangsa Arab dari bangsa jahiliyah menjadi bangsa yang beradab. Kini sudah saatnya bangsa Indonesia memperhatikan dan mendidik karakternya, untuk memerdekakan diri dari belenggu hawa nafsu. (Mukafi Niam)


Terkait