Risalah Redaksi

Muktamar NU Sarana Edukasi dan Silaturrahmi

Sabtu, 27 November 2004 | 07:15 WIB

Muktamar merupakan hajat warga NU terbesar, karena  dalam acara itu dua pilar utama yaitu; NU Jam’iyah (struktural) dan NU jamaah (kultural) tumplek blek bertemu dalam satu forum untuk satu tujuan untuk memeriahkan bahkan memberikan dukungan moral dan finansial terhadap hajatan NU tersebut, namun di dalamnya terdapat misi khusus untuk meneguhkan nilai ke-NU-an.

Bagi NU jam’iyah sudah barang tentu aktivitas muktamar sebagai forum untuk evaluasi dan perencanaan program kerja organisasi 5 tahun ke depan, dan tidak kalah pentingnya untuk merespon secara kelembagaan berbagai perkembangan situasi sosial politik kontemporer. Respon tersebut sangat diperlukan untuk dijadikan pegangan warga NU dalam bermasyarakat dan bernegara. Sementara  bagi NU jamaah peristiwa ini tidak hanya forum hura-hura atau sekadar rekreasi, tetapi ditempatkan sebagai forum untuk menegaskan kembali identitas keNuan.

<>

Dalam keseharian  kelompok cultural tidak memiliki agenda rutin  organisasi, tetapi tidak berarti mereka tidak supporting pada jamiyah NU, sebab mereka memegang beberapa aktivitas penting seperti pengelolaan pondok pesantren, pengajian, kelompok tahlilan, manakiban dan sebagainya. Maka dalam forum Muktamar ini mereka hadir untuk menegaskan kembali identitas keNUan mereka. Mereka ini tidak hanya terdiri dari kalangan agamawan, tetapi kalangan aktivis social, para politisi bahkan  para professional, yang kesehariannya agak jauh dengan NU kelembagaan, karena itu mereka butuh identifikasi diri, serta butuh ikatan kekerabatan yang mungkin pudar, serta untuk mengentalkan spirit kelompok yang sudah mencair oleh individualisme kota.

Selain punya interes yang berbeda antara kelompok jam’iyah dan jamaah, tetapi mereka juga memiliki interest yang sama dalam dua bidang yaitu; bidang pendidikan dan silaturrahmi. Dalam Muktamar ini para Muktamirin baik kelompok struktural maupun kultural berdebar menunggu keluarnya fatwa dari Rais Aam  yang disampaikan dalam khutbah iftitah yang berbahasa Arab itu. Sebuah khutbah yang artikulatif, reflektif yang merupakan  respon perkembangan zaman yang sudah diendapkan dan dipergumulkan dengan pengalaman riil, sehingga bisa dijadikan petunjuk, pegangan dan teladan bagi warga NU dan bangsa ini pada umumnya.

Kedua, bahwa dalam forum Muktamar, semua warga NU, baik yang kultural maupun struktural bisa bertemu  dan melakukan taaruf serta bersilaturahmi. Bahkan seringkali dijadikan ajang reuni informal bagi pesantren, perguruan tinggi, dan organisasi-organisai di lingkungan NU dan sebagainya. Dengan forum semacam itu maka di NU kurang relevan membentuk lembaga alumni secara formal, seperti ikatan alumni PMII, alumni Ansor atau ikatan alumni IPNU dan sebagainya. Sehingga dalam forum Muktamar atau Munas itulah jaringan intelektual, jaringan politik bahkan jaringan ekonomi NU terbentuk.

Dengan latar belakang semacam itu maka tidak heran kalau  Muktamar selalu dibanjiri warga NU  diundang atau tidak diundang semuanya datang dengan suka rela, untuk memenuhi dua fungsi tadi. Karena itu tidak selayaknya pengurus NU atau panitia Muktamar NU ke- 31 di Solo ini mempersulit apalagi menghalangi kehadiran mereka. Mengingat pada zaman dulu Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah sebagai pengurus besar NU selalu menghimbau seluruh warga NU untyuk hadir ke Muktamar. Walaupun kehadiran mereka kelihatan hanya merepotkan, tetapi perlu diingat bahwa mereka itulah penopang utama kehidupan NU, maka sudah selayaknya dalam forum Muktamar ini pengurus NU peduli untuk mengurus warganya.

Bagaimanapun acara Muktamar bagi warga NU bukan dipandang sekadar perhelatan sosial atau hajat politik biasa, tetapi juga dihayati sebagai  sebagai ritus yang memiliki nilai moral dan spiritual, karena itu juga mereka kategorikan sebagai ibadah. Sebuah ritus kejamaahan yang wajib mereka jalankan, sehingga dalam kondisi susah atau jauh dan melelahkan akan tetap mereka lakukan. (munim dz)

 


Terkait