Sudah menjadi kelaziman di kalangan media massa membuat kilas balik mengenai peristiwa tahun lalu, sebagai pijakan untuk membuat proyeksi ke depan. Untuk membuat proyeksi ke depan itu biasanya berbagai kalangan dihadirkan untuk membuat prediksi bahkan ramalan, mengenai keadaan yang bakal terjadi di tahun depan. Tahun 2003 memang berjalan penuh peristiwa besar, bencana alam dan bencana social politik dan bencana ekonomi, terjadinya skandal korupsi dan sebagainya.
Tentu saja peristiwa tersebut tidak akan berhenti begitu saja bersamaan dengan tutup tahun. Berbagai peristiwa besar akan teus berlanjut dan akan melendak pada tahun mendatang, sebab berbagai persoalan di tahun lalu tidak pernah diselesaikan secara tuntas, sehingga suatu ketika akan muncul kembali menjadi peristiwa yang mengganggu.
<>Bencana alam akibat perusakan lingkungan yang disengaja, ternyata tidak dihentikan, sebab dicari kambing hitam lain, sehingga pembabatan hutan terus dilakukan, yang ini akan membawa bencana di masa datang. Demikian pula banjir besar tahun lalu yang diakibatkan pengurukan rawa, danau dan serapan air oleh kalangan developer. Temuan itu kemudian ditampik, yang kemudian menyalahkaan hujan yang terlampau deras, akibatnya kekeringan terjadi di musim kemarau dan banjir besar bila sedikit terkena hujan.
Demikian juga dengan gempa ekonomi, saat ini ditemukan kembali korupsi di bank-bank negara yang selama ini masih bisa dipercaya. Tetapi tampaknya tidak bisa diusut tuntas, sebab tahun ini lebih diwarnai dengan pembebasan tanpa syarat para koruptor kakap, sementara tidak ada koruptor baru yang bisa ditangkap, sementara tahun depan adalah masa pembebasan pemenjaraan para koruptor. Artinya tahun depan negeri kita bakal diramaikan lagi oleh drama para korupotor baik negeri maupun swasta yang telah dibebaskan.
Betapapun banyaknya lembaga pemantau korupsi baik yang swasta maupun negeri, semua akan mengalami jalan buntuk. Para pengawas berteriak tetapi para koruptor akan tetap berlalu., Mereka punya duit untuk membayar hakim, jaksa, pengamat dan pengawas sendiri. Maka tamatlah sudah harapan untuk menyelamatkan uang negara yang semestinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteran rakyat, yang selama ini menjadi bancaan para pajabat.
Sementara bencana politik telah nampak di depan mata, pemilu yang sejak persiapan diwarnai dengan berbagai kekisruhan, baik antar intern partai, antara partai dengan panitia penyelenggara pemilu, antara satu partai dengan partai lainnya. Ketegangan yang terjadi selama ini kalau tidak segera dilerai akan menjadi letupan saat pemilu dilaksanakan.
Tidak seperti tahun-tahun kemarin Pemilu masih diwarnai dengan cita-cita membangun bangsa sesuai dengan semangat reformaasi, sehingga moralitas masih dijadikan sebagai dasar. Tetapi pemilu saat ini adalah murni bisnis, tidak ada agenda pembaruan yang ditawarkan atau sekadar dicita-citakan. Hal itu tercermin bagaimana seseorang bisa begitu mudah menyeberang dari satu partai ke partai lain, tanpa peduli platform dan orientasi ideologinya yang sangat berbeda. Karena will to power (nafsu untuk berkuasa) lebih besar ketimbang cita-cita untuk menegakkan idealisme tertentu.
Sistem politik dan pemilu yang mulai berwatak desentralistik, yang tanpa persiapan matang juga akan membawa implikasi provinsialisme yang tinggi. Sebagaimana yang terjadi selama ini otonomi telah disalahgunakan sekelompok elite untuk menguasai sumber daya local, dan juga dijalankan secara eklusif sehingga berbenturan dengan daerah tetangganya, sementara pemerintah pusat telah kehilangan kendali dalam menjalankan fungsi kordinasi, maka kesemerawutan akan terus terjadi bahkan semakin marak ketika egoisme daerah terus dipertahankan tanpa toleransi.
Muncul kegelisahan dikalangan aktivis dan kaum intelektual mengenai persoalan semacam itu, sehingga dideklarasikan anti politisi busuk. Tetapi sayangnya gagasan bagus itu telah ditelikung oleh para penggeraknya sendiri yang sebagian masuk dalam jaringan politisi tercela. Itulah kelemahan berbagai gerakan dan komite di Indonesia, tanpa prinsip dan tanpa komitmen sehingga siapa saja bisa masuk, sehingga menjadi penghalang di tengah jalan. Padahal komite itu sangat penting untuk dikembangkan di tahun depan, di mana saat politik riil dipentaskan, sehingga politisi tercela, bankir tercela bisa dieliminir dari panggung.
Hanya dengan itu tahun depan bisa membawa harapan, sebab akar segala bencana dari bangsa ini adalah korupsi, baik yang dilakukan kaum berkuasa maupun yang tidak berkuasa. Maka mengurangan apalagi pemberantasan tuntas akan bisa dijadikan sebagai titik pijak perbaikan negeri ini di masa mendatang dan tahun ini harus mulai dilakukan, bersamaan dengan momen terjadinya perhelatan politik nasional. Dengan pemikiran itu kita layak mengucapkan Selamlat Tahun Baru dengan harapan-harapan baru. (MDZ)