Tokoh

KH Ali Muchson, Pejuang NU Boyolali yang Lahir di Hari Pahlawan

Jumat, 10 November 2023 | 16:00 WIB

KH Ali Muchson, Pejuang NU Boyolali yang Lahir di Hari Pahlawan

KH Ali Muchson Boyolali. (Foto: Dok. keluarga)

Tanggal 10 November, biasa kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Pada tanggal yang sama, penulis mengingat salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Boyolali, yakni Allahyarham KH Ali Muchson, yang dilahirkan tepat pada 10 November 1945. Sama seperti tanggal kelahirannya, semasa hidupnya Kiai Ali memiliki karakter pejuang yang gigih dan konsisten.


Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Boyolali masa khidmat tahun 2012-2017, KH Hamid Dawar mengatakan, Kiai Ali yang pernah menjadi Ketua PCNU Boyolali tahun 1984-1997, semasa hidupnya diisi untuk memberikan banyak kemanfaatan bagi orang banyak.


“Pak Ali Muchson, semasa hidupnya, banyak digunakan untuk kemanfaatan dan memikirkan kepentingan umat,” terang Kiai Hamid.


Selain itu, sosok Kiai Ali dikenang sebagai pemimpin yang bijaksana dan mampu merangkul ke semua kalangan. “Posturnya sebetulnya gedhe dhuwur, tapi kok malah sabar. Kemudian dia dengan orang yang di atasnya dia tidak punya rasa takut, tapi dengan di bawahnya juga bisa nguwongke, tidak meremehkan, mau mendengarkan lawan bicara,” tambah dia.


Karakter kepemimpinan yang dimiliki Kiai Ali juga dirasakan oleh Ketua BAZNAS Boyolali, KH Jamal Yazid. Menurutnya, dalam berorganisasi, Kiai Ali Muchson sebagai pribadi yang tekun dalam membimbing generasi muda, termasuk dirinya kala itu.


“Mbah Ali kerap memberikan kepercayaan kepada anak muda, memunculkan kader-kader muda NU sebagai proses regenerasi,” tutur Kiai Jamal yang pernah menjadi penerus Kiai Ali, sebagai Ketua PCNU Boyolali tahun 1997-2002.


Hal lain, yang ia ingat dari Kiai Ali, adalah sifat entengan, yakni Kiai Ali yang kala itu masih mengendarai vespa, berkeliling ke berbagai wilayah di Boyolali untuk menghadiri kegiatan-kegiatan baik organisasi maupun undangan pengajian.


“Setiap ada permasalahan juga dihadapi dengan lapang dada, sehingga semua dirasa ada solusinya, apabila mengalami permasalahan, termasuk dalam berorganisasi,” imbuhnya.


Riwayat Hidup

Seperti yang telah dijelaskan di awal, Kiai Ali Muchson lahir di Kampung Sambiroto, Desa Sindon, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ayahnya biasa dipanggil di kalangan keluarganya dengan sebutan Eyang Ruslan Muhammad Danuri bin Eyang Marto. Sedangkan ibunya, biasa dipanggil dengan sapaan Mbah Nyai Danuri.


Wilayah Sindon merupakan daerah yang terkenal akan kerajinan tenun tradisional dan lokasinya tidak jauh dari Bandara Internasional Adi Soemarmo. Di sanalah Ali kecil dibesarkan dan mendapatkan pelajaran dasar agama. Setelah lulus belajar sekolah tingkat dasar dan menengah pertama, ia kemudian melanjutkan ke jenjang menengah atas di Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) dan lulus tahun 1968. Setelah itu, ia meneruskan untuk kuliah di Perguruan Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (PTAINU) Surakarta.


Ketika masa kuliah, tepatnya pada tahun 1971, diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). Pada Pemilu tersebut, Kiai Ali terpilih sebagai Anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Boyolali dari Partai Nahdlatul Ulama (NU).


Tentu, bukan sebuah hal yang kebetulan bila ia menjadi anggota DPRD. Sebelumnya, ia aktif diberbagai organisasi, antara lain Ketua Ikatan Pelajar NU (IPNU) Kec. Ngemplak tahun 1965 dan Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) tahun 1966. Kemudian menjadi Ketua Pimpinan Cabang (PC) IPNU Boyolali tahun 1968-1970.


Selain aktif di organisasi pelajar dan kepemudaan, ia juga ikut turut serta membidangi lahirnya sejumlah Lembaga pendidikan di Boyolali dan Surakarta. Di antaranya, MI Sambiroto Ngemplak (pendiri), MTs Nurul Islam Ngemplak (pendiri dan Kepala Sekolah), dan ikut membantu dalam merintis MTs Al Muayyad Surakarta.


Ia juga turut menghidupkan Kembali sekolah MTs Yosodipuro Pengging. Kemudian saat ia menjadi Ketua PCNU Boyolali, berdiri sejumlah lembaga pendidikan di lingkup NU, seperti MTS Al Ma’arif dan STM/SMK Karya Nugraha Boyolali. "Pak Ali, memang banyak berjasa dalam menidirikan banyak lembaga pendidikan," terang Pengasuh Pesantren Al Ihsan Doglo Boyolali, KH Habib Ihsanudin.


Di tahun 1971 pula ia menikah dengan Muslichah (kemudian disebut sebagai Bu Ali), rekan seperjuangan dari masa IPNU-IPPNU, yang menemani Kiai Ali hingga akhir hayat. “Waktu itu yang jadi saksi pernikahan yang hadir, salah satunya KH Ahmad Umar Abdul Mannan, Pengasuh Pondok Pesantren Al Muayyad Mangkuyudan,” terang Bu Ali.


Dari pasangan Kiai Ali dan Bu Ali ini lahir putra-putri, yakni Ulfa Farida, Aini Kholid, Naila Rahmawati, dan Salma Dewi. Kemudian para menantu yakni Aris Budhi Hartono, Siti Nurul Azkiyah, Yudi Sugihartono, dan Ahmad Adi Suryo.


Di masa Kiai Ali menjadi anggota DPRD, terlebih dari Partai NU, tentu banyak suka duka yang ia alami. Menjadi pengurus partai oposisi di masa Orde Baru tersebut, memberikan konsekuensi besar pada kehidupan Kiai Ali dan keluarganya. Namun, semua dihadapi Kiai Ali dan keluarga dengan penuh ketabahan dan ikhlas.


Ketika NU berfusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Kiai Ali masuk di dalamnya, smasih sebagai Anggota DPRD dan Bendahara partai. Tercatat ia menjadi Anggota DPRD dari PPP, tahun 1975 hingga 1982.


Setahun berikutnya, karena NU sudah kembali ke khittah, Kiai Ali memilih untuk fokus berkhidmat di dalamnya, sebagai Ketua PCNU hingga tahun 1997. Baru, ketika ia tak menjadi Ketua PCNU Boyolali, ia kembali masuk ke ranah politik praktis. Kali ini, ia menjadi anggota DPRD Boyolali dari Partai Golkar. Ia terpilih selama dua periode (1997-1999, dan 1999-2004).


Meski, Kiai Ali lama berkecimpung di dunia politik, namun tidak ada satupun anak-anaknya yang mengikuti jejaknya. Salah satu putri Kiai Ali, Naila Rahmawati menuturkan, ayahnya pernah berpesan kepada putra-putrinya. “Bapak ki nang politik, tapi yen emang anak-anakku ora do mudeng politik, ojo pisan-pisan melu ning politik, ngko ndak dipolitiki,” kata dia menuturkan pesan dari Kiai Ali.


Kemudian terkait pekerjaan, Kiai Ali juga berpesan, supaya tidak harus menjadi pegawai negeri. Mendapatkan pekerjaan apapun itu adalah sesuatu yang bagus. “Wong arep mangan ki ora kudu dadi pegawai negeri, lakoni opo sing mbok iso lan senengi, lakoni ora orane awakmu ora mangan,” ujarnya


Mendirikan Pesantren Al-Hikam

Menjelang akhir pengabdiannya sebagai Anggota DPRD Boyolali, Kiai Ali Muchson dapat mewujudkan salah satu cita-citanya, yakni mendirikan Pondok Pesantren Al Hikam, yang terletak di Sorowaden, Banyudono, Kec. Banyudono, Boyolali. Tepatnya, pada 6 Juni 2003, sesuai yang tercantum dalam akta pendirian Yayasan Pondok Pesantren Terpadu Al Hikam. Kiai Ali bersama salah satu pengusaha bernama H Soetantyo dan dibantu dengan pengurus lainnya, merintis dan mendirikan Al Hikam.


Berawal dari hanya 4 santri, kini Pesantren Al Hikam berkembang dengan pesat, ditambah sejumlah lembaga pendidikan formal mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, MTs, Madin, hingga MA. Santri dan siswanya kini berjumlah ribuan.


“Ini menjadi cita-cita Mbah Ali yang alhamdulillah bisa terwujud. Salah satunya kini memiliki Madrasah Aliyah Terpadu dan ditambah dengan BLK. Dulu, beliau pernah memiliki gagasan untuk mendirikan MA berbasis kejuruan Teknik,” kata Ketua Yayasan Al Hikam dan Rais Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Banyudono, KH Asikin.


Terkait dengan gagasan pendirian sekolah agama kejuruan tersebut, pernah diungkapkan Kiai Ali sendiri, saat ia diwawancarai wartawan dari Suara Merdeka, tahun 2017 lalu. Tujuannya tidak lain untuk mencetak santri yang mandiri. “Kami yakin, kalau landasan agamanya kuat, maka lulusan itu, bisa bekerja dan mengabdikan ilmunya lebih baik pula,” tutur Kiai Ali.


Berjuang hingga Akhir Hayat

Tiga tahun, setelah menjalankan ibadah haji di tahun 2010 bersama sang istri, KH Ali Muchson sempat mengikuti Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan. Dimulai dari tingkat Boyolali, kemudian Karesidenan Surakarta, hingga akhirnya pasangan KH Ali Muchson dan Nyai Hj Muslichah berhasil terpilih menjadi Juara Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Jawa Tengah tahun 2013. Keduanya, kemudian mewakili Pasangan Keluarga Sakinah Teladan Jateng di tingkat nasional.


Di usianya yang memasuki 70 tahun, Mbah Ali beberapa kali masuk ke Rumah Sakit (RS). Namun, meski dalam keadaan demikian, ia masih istiqomah dalam mengajar para santri. Selain itu, ia juga masih diminta untuk mengisi kegiatan pengajian di lingkup masyarakat sekitar.


Pada Kamis, 7 Januari 2021 pukul 16.00 WIB, KH Ali Muchson berpulang ke Rahmatullah setelah sempat dirawat karena sakit di RSUD Pandanaran Boyolali. Jenazah Kiai Ali kemudian dimakamkan esok harinya, di Kompleks Pemakaman Yosodipuro Pengging Banyudono Boyolali. Dengan diiringi lantunan shalawat dan tahlil dari para pentakziah, ia kembali, menuju kepada Sang Pencipta. Lahul fatihah.


Sumber artikel:
1. Wawancara KH Hamid Zuhri (Rais PCNU Boyolali 2012-2017), di Pesantren Dawar Boyolali, Oktober 2023
2. Wawancara KH Habib Ihsanudin (Ketua PCNU Boyolali 1982-1987), di Pesantren Al Ikhlas Doglo Boyolali Oktober 2023
3. Wawancara Nyai Hj Muslichah (Istri Kiai Ali), di Pesantren Al Hikam Boyolali, Oktober 2023
4. Wawancara KH Jamal Yazid (Rais PCNU Boyolali 1997-2002), 2021
5. Wawancara KH Asikin (Rais MWCNU Banyudono), di kediamannya, Oktober 2023
6. Sumber pendukung lainnya