Tokoh

Prof. Soenarjo, Menteri Dalam Negeri dari NU

Jumat, 30 Juni 2017 | 05:01 WIB

Prof. Mr. R.H. A. Soenarjo, selanjutnya Mr. Narjo adalah Menteri Dalam Negeri dari NU pada zaman Orde Lama, penyelenggara pemilu pertama di Indonesia 1955. Ia juga salah seorang tokoh pembangun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan IAIN-IAIN lainnya yang pada perkembangannya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). 

Mr. Narjo adalah putra dari seorang penghulu pada zaman penjajahan Belanda bernama Raden Iman Nasiruddin Imamdipuro. Sebagaimana ayahnya, kakek Mr. Narjo, Zaenal Mustopo, juga adalah seorang penghulu. Zaenal Mustopo dikenal sebagai seorang dermawan. Dari kekayaannya, ia membangu sebuah masjid besar di tengah-tengah kota Sragen. 

Mr. Narjo lahir 15 Mei 1908 di Sragen. Pada masa kecilnya, ia menempuh pendidikan di sekolah umum milik Belanda. Setamat di sekolah itu, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setingkat SMP) di Surakarta. Kemudian masuk ke Algemeene Middelbare School (AMS, setingkat SMA) jurusan bahasa-bahasa timur yang juga di Surakarta. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Rechts Hooge School (RHS, Sekolah Tinggi Hukum). Ia tamat pada perguruan itu pada tahun 1941.

Pengetahuan agama ia dapatkan dengan mengaji sehabis maghrib kepada ayahnya sendiri. Mengaji dijalaninya selama tinggal bersama orang tuanya di Sragen. Kepada ayahnya ia khatam belajar membaca Al-Qur’an. Kemudian ketika di Surakarta, ia mengaji di Pesantren Manba’ul Ulum, Jamsaren, untuk beberapa waktu. Pelajaran ilmu agama ia dapatkan juga dari K.R.T.P. Tapsiranom di Pengulon Solo. 

Ketika di Jakarta, meski ia tidak belajar ilmu agama secara khusus, ia sering bergaul dengan tokoh-tokoh agama. Di samping itu, ia sering membaca buku-buku agama. Buku yang banyak dibacanya adalah Tafsir Al-Quran dalam bahasa Belanda. 

Mr. Narjo memulai karirnya dengan bekerja sebagai pegawai Kantor Pusat Statistik Jakarta. Namun tampaknya nasib telah menentukannya menjadi salah seorang pionir di Departemen Agama, karena tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Panitera di Mahkamah Islam Tinggi, wilayah Jawa dan Madura. Jabatannya kemudian diganti Moh. Djunaidi pada tahun 1948.

Sebetulnya sejak proklamasi kemerdekaan, Mr. Narjo tidak aktif mengemban jabatan itu karena ia bersama Prof. Dr. A Rasjidi dan KH Fathurrohman Kafrawi diberi tugas mengatur struktur Departemen Agama. Kemudian ia menjadi sekretaris jenderal departemen tersebut pada Menteri KH Masykur dari NU. 

Setelah masa perang berlalu, Pemerintahan RI kembali ke Jakarta (sempat dipindahkan ke Yogyakarta), ia diangkat Menteri Agama KH Wahid Hasyim menjadi Sekretaris Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri. Wahid Hasyim menugaskannya untuk membentuk PTAIN dalam kedudukannya sebagai Pejabat Tinggi Departemen Agama. 

Di samping jabatannya pejabat tinggi Departemen Agama, ia juga memberikan kuliah pada mahasiswa. Mata kuliah yang dipegangnya adalah “Asas-asas Hukum Tatanegara” dan “Asas-asas Hukum Perdata”. 

Kemudian Mr. Narjo kemudian terjun ke area politik melalui Partai NU. Ia menjadi menteri mewakili NU dalam beberapa kabinet. Ia tercatat menjadi Menteri Dalam Negeri mengganti Prof. Hazirin mulai 19 November 1954 pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I dari Partai Nasional Indonesia. Dalam Kabinet Burhanuddin Haraharap dari Masyumi ia menduduki jabatan yang sama dan tetap mewakili NU (12 Agustus 1995 sampai dengan 24 Maret 1956). Tapi ia mundur bersama seluruh menteri dari NU pada 19 Januari 1956.

Dalam kabinet Ali Sastroamidjojo II dari Partai Nasional Indonesia, ia mengemban jabatan yang sama mewakili NU sejak 9 Januari 1957. Sampai kabinet jatuh, ia merangkap jabatan Menteri Kehakiman ad interim.  Pada Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) menjabat Menteri Agraria. Pada kabinet yang sama, pada tahun 1958, ia menjabat Menteri Agama ad interim.

Ia juga pernah menjadi anggota Konstituante pada tahun 1956 sampai dengan 1959 mewakili Partai NU. Jabatan lembaga legislatif ini diperolehnya lagi ketika ia menjadi anggota DPR-GR pada tahun 1960 sampai dengan 1968 mewakili Golongan (cendekiawan). Ia menjadi anggota DPR/MPR pada tahun 1978 sampai dengan 1982 dari Partai Persatuan Pembangunan. 

Dari hasil perkawinannya dengan Hj. Umi Salamah (menikah tahun 1952), Mr. Narjo dikaruniai empat putra dan empat putri. Seluruh putra dan putrinya berhasil lulus dari Perguruan Tinggi. Tapi ia menekankan supaya anak-anaknya merasakan belajar ilmu agama sebagaimana dirinya. KH Anwar Musyadad, ajengan asal Garut, Jawa Barat, yang pernah jadi Wakil Rais Aam PBNU mengajar anak-anaknya dalam ilmu agama. 

Mr. Narjo meninggal pada tahun 1996 Bethesda Yogyakarta karena serangan stroke. Ia dimakamkan di Sragen di samping pusara istrinya. (Abdullah Alawi , disarikan dari: Machasin, Lima Tokoh IAIN Sunan Kalijaga: Prof. Mr. R.H.A. Soenarjo)
 


Terkait