Warta

12 Ormas Islam: Hentikan Pengiriman TKI

Selasa, 7 Desember 2010 | 10:00 WIB

Jakarta, NU Online
Dua belas ormas Islam berkumpul di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan mengeluarkan penyataan bersama tentang masalah pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Pernyataan dibacakan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj di kantor PBNU, Jakarta, Selasa, 7 Desember 2010, yang dihadiri oleh perwakilan ormas.

”Maka hal yang paling tepat adalah penghentian sementara pengiriman TKI ke luar negeri sampai pemerintah benar-benar bisa memberikan jaminan perlindungan kepada TKI,” ucap Kang Said dengan tegas di depan para pekerja media.<>

Kedua belas ormas Islam itu adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP. Muhammadiyah, PP. Al Irsyad Al Islamiyyah, PB. Al Washliyah, DPP Al Ittihadiyah, DPP PERTI, PP PERSIS, PP. Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), PP. Rabithah Alawiyin, DPP PARMUSI, PP Mathlaul Anwar.

Beberapa pejabat tinggi sebelumnya telah menyatakan bahwa moratorium atau penghentian sementara pengiriman TKI justru bisa memicu munculnya pengiriman TKI secara illegal. ”Di situlah tanggung jawab pemerintah. Jangan jadikan itu (munculnya TKI illegal) sebagai alasan untuk menambah derita rakyat kita. Satu nyawa sangat berharga,” tegas Kang Said kepada NU Online.

Kedua belas ormas Islam ini berkumpul di tengah perayaan tahun baru Islam, 1 Muharram 1432 H untuk melakukan refleksi dan dimanfaatkan sebagai momentum untuk mendorong peningkatan martabat TKI, khususnya di negara-negara Timur Tengah. Martabat bangsa ini juga dipertaruhkan pada kemampuan kita untuk melindungi martabat TKI di luar negeri.

Dalam pernyataan juga disebutkan agar segera dilakukan upaya-upaya untuk membuat perjanjian kerjasama dengan negara-negara pemakai TKI Indonesia, khusunya dengan Arab Saudi. ”Semua upaya diplomatik perlu dikerahkan untuk mewujudkan usulan tersebut. keberhasilan atau kegagalan perwakilan RI  dan diplomat-diplomat di luar negeri dalam melindungi TKI untuk mewujudkan perjanjian kerjasama tersebut dijadikan ukuran/ indikator tanggungjawab dan kinerja mereka dalam menjalankan tugasnya di luar negeri,” pungkas Kang Said. (bil)


Terkait