Warta

AMM Perlu Diawasi

Kamis, 18 Agustus 2005 | 07:46 WIB

Jakarta, NU Online
Walaupun Aceh Monitoring Mission (AMM) dianggap tim pemantau idependen, namun demikian masyarakat Indonesia, khususnya Aceh perlu kiranya ikut memantau kinerja para pemantau asing tersebut. Masyarakat sepertinya tidak boleh percaya begitu saja terhadap para tim Uni Eropa dan Asean tersebut, karena mereka kelompok yang juga perlu diawasi.
    
Kekhawatiran tersebut disampaikan Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi yang berpendapat tim AMM juga merupakan kelompok yang perlu mendapat pengawasan tersendiri dari masyarakat  Indonesia.
    
"Mereka (AMM) tentunya juga merupakan kelompok yang tidak lepas dari pengawasan," kata  Hasyim Muzaid seusai berdialog dengan kelompok Islam garis keras dalam mencari solusi persoalan keberagamaan di tanah air, Senin (16/8) lalu.
 
"Saya ngeri membaca hasil MoU yang diantaranya, Aceh Monitoring Mission (AMM), diberi wewenang untuk menyelesaikan konflik tanpa dicampuri, itu gimana ? Kalau begitu, maka itu sudah menjadi internasionalisasi persoalan Aceh. Keadaan ini kita perlu kita awasi bersama-sama, untuk menjaga keutuhan NKRI," katanya.
  
Hal senada juga diungkapkan Ketua DPP Golkar Bidang Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Keamanan, Agus Gumiwang Kartasasmita kepada wartawan di gedung DPR/MPR RI, dia mengingatkan AMM untuk bersikap obyektif, profesional, apolitis dan netral  dalam mengawasi implementasi perundingan Helsinki sehingga proses berjalan dengan baik.

Ungkapan yang meminta AMM diawasi juga datang dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat Nurwahid. Menurutnya, kita tidak ingin paska MoU ditandatangani keadaan Aceh menjadi tidak teratur, akibat pihak asing yang terlalu mendominasi.
    
Oleh karena itu, Hidayat melanjutkan, pihaknya akan turut mengawasi kinerja AMM agar misi perdamaian benar-benar terwujud di Bumi Aceh. "Kalau ternyata mereka telah berlaku di luar kewenangannya, tentu kita juga akan mencatat dan mengkritisi dengan keras atau mengoreksinya," kata Hidayat yang juga mantan  Presiden PKS itu.
    
Hidayat berkeyakinan bahwa kehadiran AMM ke Aceh dalam rangka mengamankan perjanjian  agar kedamaian di Aceh bisa berhasil dan bukan sebaliknya. "Tim monitoring hadir jauh-jauh ke Aceh bukan untuk menambah permasalahan di Indonesia.  Indonesia sudah damai dan kehadiran mereka tentunya tidak untuk menghadirkan konflik baru atau  membawa kontroversi tentang separatisme," katanya.
    
Lebih lanjut Hidayat mengatakan bahwa pihaknya juga akan berkontribusi semaksimal  mungkin, sesuai kewenangannya, menjaga agar perjanjian damai Aceh tersebut tidak ternodai  sehingga rakyat tidak kembali kecewa. "Kami akan menjaga agar seluruh pihak menaati betul kedamaian itu dan jangan ada yang  mengecewakan rakyat dengan berkhianat," ujarnya.
    
Sementara itu mengenai perlucutan senjata GAM, Hidayat mengatakan bahwa semua ada  tahapannya dan MPR pun akan turut mengawasinya. Ia berharap semua pihak yang terkait untuk jujur karena jika telah berkeinginan untuk  damai, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak menyerahkan dan memusnahkan senjata-senjata itu.
    
Sementara itu, tokoh masyarakat Aceh, Hasbalah M. Saad menyatakan,  tim AMM harus belajar dari kegagalan perjanjian penghentian permusuhan (CoHA) dan Jeda Kemanusiaan (JSC). "Kenapa JSC gagal, karena ada elemen masyarakat yang mengganggu. Kenapa ada yang mengganggu, karena polisi tidak mampu bertindak secara optimal. Kita tidak pernah dengar ada yang ditangkap karena membakar kantor JSC," katanya.
    
Sekarang, menurut dia, peran polisi menurut perjanjian Helsinki, sangat jelas dan harus optimal melakukan penegakan hukum terhadap siapapun. "Kita lihat hari ini, kalau ada aparat TNI yang melak<>

 


Terkait