Jakarta, NU Online
Meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan bahwa aborsi bagi para korban perkosaan diperolehkan selama umur janin dibawah 40 hari, namun dalam pelaksanaannya masih terhambat UU Kesehatan. Dalam UU tersebut, para dokter dilarang untuk membantu pelaksanan aborsi dengan alasan apapun sehingga jika melanggar dianggap melakukan tindakan kriminal.
Ketua Umum PP Fatayat NU Maria Ulfa Anshor yang telah menerbitkan buku Fikih Aborsi mengungkapkan bahwa saat ini revisi dari UU Kesehatan tersebut masih digodok di DPR. Namun ia menjelaskan bahwa masukan dari MUI tersebut merupakan bagian dari amandemen yang diusulkan.
<>“Perkosaan dampaknya sangat buruk, meskipun telah dilakukan konseling, pemulihan kondisi psikologisnya susah, karena itu aborsi merupakan salah satu solusi,” tandasnya kepada NU Online, Selasa.
PP Fatayat NU telah banyak pengalaman dalam mengatasi korban perkosaan dan insest (hubungan sex sedarah). Namun Maria Ulfa menjelaskan bahwa sejauh ini fihaknya belum bisa membantu banyak, paling sebatas konseling dan pemberian informasi lebih lanjut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aborsi di Indonesia mencapai sekitar 2 juta per tahun. Menurut penelitian Maria Ulfa, sebagian orang melakukan aborsi karena ketidaktahuannya. “Dikatakan aborsi ketika mengunjungi dokter, padahal ketika minum jamu untuk menggugurkan atau mendatangi dukun, ini juga termasuk aborsi,” tuturnya.
Dibandingkan dengan negara lain, tingkat aborsi yang terjadi di Indonesia jauh lebih tinggi. Aborsi tidak aman tersebut telah menyebabkan tingginya tingkat kematian ibu melahirkan. “Sekitar 15-16 persen dari aborsi illegal tersebut telah menyebabkan pendarahan ibu,” tambahnya.
Menurutnya upaya terbaik untuk mencegah terjadinya aborsi adalah meningkatkan pengetahuan reproduksi. “Banyak ibu atau remaja yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki karena minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang dimilikinya,” paparnya.
Sebagian pelaku aborsi karena kegagalan alat kontrasepsi yang digunakan. Seorang ibu bertutur kepadanya, ia menggunakan IUD setelah kelahiran anak terakhirnya yang kini sudah masuk SMP. “Ini merupakan salah satu contoh rendahnya pengetahuan tentang alat kontrasepsi,” paparnya.
Para pelaku tersebut melakukan aborsi sebagian besar karena alasan ekonomi. Terlalu banyak anak, suami pansiun dan lainnya selain “kecelakaan” yang biasanya dialami oleh para remaja yang hamil diluar nikah.
Di Amerika Serikat sendiri, UU Aborsi masih menjadi perdebatan. Namun disejumlah negera muslim seperti Turki, Tunisia dan Malaysia, mereka telah melegalkan aborsi. “Yang penting ada solusi yang tidak bertentangan dengan hukum. Aborsi tidak boleh ditutup, tapi juga tak boleh dibuka selebar-lebarnya,” katanya. (mkf)