Warta

Arsip Aceh Paska Tsunami

Senin, 22 Agustus 2005 | 05:34 WIB

Jakarta, NU Online
Mungkin sebagian kita bertanya-tanya, bagaimana dokumen-dokumen penting seperti pertanahan, arsip sejarah dan lainnya di Aceh pasca tsunami 26 Desember 2004 lalu?

Ternyata tidak semua tersapu badai tsunami yang dahsyat itu, masih ada yang tersisa setidaknya 4,5 ton lebih data arsip, khususnya arsip pertanahan yang bisa terselamatkan. Demikian hasil perbincangan NU Online dengan karyawan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Supriyadi beberapa waktu lalu.

<>

"Pertengahan Maret silam, 4,5 ton arsip pertanahan itu tiba di gedung Arsip Nasional, Jakarta. Arsip itu dikemas dalam 229 kotak berisi 45.000-an sertifikat tanah dan diangkut dengan pesawat Hercules ke ANRI," tutur Supriyadi.

Arsip-arsip tersebut keadaannya rusak parah, dibutuhkan waktu minimal enam bulan untuk memperbaiki arsip-arsip itu. Lelaki kelahiran Wonogiri itu memaparkan, "Sesampainya di Jakarta, arsip-arsip itu direndam metanol guna mematikan kuman-kumannya, lalu dimasukan ke ruang pendingin bersuhu minus 40 derajat Celcius. Setelah itu arsip-arsip akan dikeringkan selama 5-15 hari dengan vacuum freezer dry chamber yang didatangkan dengan bantuan Jepang. Setelah kering, baru arsip-arsip tersebut diperbaiki." Usai diperbaiki, arsip-arsip itu akan di-scan. Hasil scan-nya kemudian akan dijadikan salinan.

Rumit memang, namun itulah tugas yang dilakukan ANRI dalam pembenahan arsip-arsip pertanahan nasional, jika merujuk pada  UU No. 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, tugas Arsip Nasional adalah membina sistem kearsipan nasional dan merumuskan kebijakan kearsipan nasional. disamping masih banyak tugas-tugas lainnya.

Bisa dibayangkan jika arsip tersebut rusak dan tak bisa diperbaiki, sebab arsip-arsip itu merupakan bukti sah kepemilikan atas tanah dari sebagian warga Aceh, lengkap dengan ukuran dan batas-batas wilayahnya. "Soal kepemilikan tanah dan batas-batasnya kini memang menjadi masalah krusial di Aceh. Karena, semua batas fisik, data atau informasi yang menunjukkan bukti-bukti atas itu porak-poranda diterjang tsunami. Satu-satunya yang tersisa, ya sertifikat-sertifikat yang rusak tadi," ungkap lulusan UGM ini.

Inilah peranan strategis yang dilakukan ANRI jika nanti di NAD ada sengketa pertanahan. Namun, lanjut Supriyadi, ditengah-tengah tugas berat itu ANRI masih minim perhatian pemerintah khususnya soal pendanaan. "ANRI hanya mendapatkan kucuran dana Rp50 milyar pertahun, padahal untuk melakukan tugas-tugas keaarsipan dibutuhkan dana dan biaya yang besar, karena tugas-tugas yang dilakukan ANRI bersifat sangat strategis," katanya mengakhiri pembicaraan.(cih)

 


Terkait