Warta

Awas Diprovokasi “Media Radikal”

Jumat, 7 Oktober 2011 | 05:20 WIB

Banten, NU Online
Suburnya terorisme dan radikalisme tak hanya disebabkan oleh persoalan ideologis, tapi juga adaradikalisme spontan yang diprovokasi keadaan, lingkungan, termasuk juga diprovokasi media. Media yang menyebarkan radikalisme harus diawasi.

Demikian dikatakan Ketua International Conference of Islamic Scholars (ICIS) Prof. Dr. Masykuri Abdillah melalui sambungan telepon.<>Masykuri menilai, tragedi pengeboman Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Soloyang disinyalir masih rentetan tragedy Bom di Masjid Polresta Cirebon, menurut Masykuri merupakan akumulasi dari lemahnya pemahaman terhadap esensi agama, ditambah doktrinasi eksklusif dari kelompok Islam puritan, dan provokasi media-media berideologi radikal.

“Di Solo Raya memang terjadi radikalisasi keagamaan. Yang muncul dalam ide, maupun yang memunculkan violence (kekerasan). Kelompok agama
salafi misalnya, di Solo begitu banyak. Mereka ada yang berkutat di wacana dan ide radikal, ada juga yang melahirkan kekerasan secara
fisik. Persoalannya apa orang nya berasal dari situ. Kalau Cirebon kanjelas, ia menyerang lembaga vertical. Kalau sekarang horizontal,” ujar
Masykuri.

Menurut Masykuri, pengeboman  Itu bukan persoalan anti Kristen atau anti agama lain. Ini persoalan pemahaman sebagian masyarakat Islam di
Indonesia, yang menganggap kekerasan sebagai perintah Tuhan. Sebagai amar ma’ruf nahi munkar.

“Nahi munkar menurut mereka harus dilakukan dengan kekerasan. Padahal perintah Alqur’an mengatakan, Nahi munkar harus dilakukan dengan hikmah dan mauidzoh hasanah (lemah lembut). Ini merupakan radikalisme ideologis. Radikalisme ideologis itu, adaayat-ayatnya meski pemahaman mereka salah kaprah, tapi mereka yakini sebagai kebenaran. Ada juga yang kemudian bertindak spontan. Orang itu diduga membaca media-media provokatif,” ujarnya.

Ia mengurai, maraknya terorisme dan radikalisme di negeri ini juga disebabkan lemahnya penegakan hukum.  Masykuri juga menengarai,
gerakan radikalisme dan terorisme juga menyebar di beberapa daerah termasuk di Banten.

Hal itu terbukti, kata Masykuri, dengan maraknya wacana radikal di Banten, Cirebon dan lain-lain, termasuk suburnya kelompok keagamaan radikal di Banten.
Seperti jamaah Ansharut  Tauhid (JAT) Pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, dan lainnya.

“Hukum terorime masih lemah. Sulit mendeteksi ide kekerasan yang mengarah pada kekerasan fisik. Memang seharusnya kalangan  intelijen
bisa memprediksi upaya tindakan kekerasan. Tapi tindakan tetap harus ada penghormatan terhadap HAM," tegasnya.

"Tak, seta merta bebas menangkap seseorang. Inilah kita juga tak bisa menyalahkan sepenuhnya intelijen,karena mereka hanya menganalisa, tak bisa bertindak. Dan jika pun UU inteleijen kemudian disahkan, perlu di tegaskan sisi-sisi Hak Asasi manusianya,” tandasnya.

Redaktur     : Hamzah Sahal
Kontributor : Abdel Malik


Terkait