Warta

Biar Publik Menilai, Pimpinan Aliran “Sesat” Perlu Diajak Debat Terbuka

Kamis, 8 November 2007 | 10:20 WIB

Jakarta, NU Online
Keberadaan aliran sesat yang menimbulkan keresahan masyarakat memang bisa menimbulkan situasi yang memanas dan mengancam keutuhan bangsa. Untuk membuktikan otentisitas ajarannya, bisa dilakukan debat terbuka dengan keyakinan mayoritas.

Ketua PBNU Masdar F. Masudi berpendapat bahwa debat terbuka ini bisa dilakukan jika upaya lainnya seperti mengajak mereka kembali ke jalan Allah dengan hikmah dan mauidhoh hasanah, persuasi penuh bijak gagal.

<>

“Melalui debat terbuka adu argumentasi secara elegan atau mujadalah billati hiya ahsan, biar publik tahu mana di antara mereka yang lebih kuat argumennya,” katanya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Dikatakannya penyelesaian keyakinan atau faham keagamaan yang dianggap sesat tidak bisa diberangus dengan kekerasan, bahkan tidak juga dengan hukum yang bersifat repressif. Sejauh ini sudah terbukti dari waktu ke waktu, penyelesaian yang dicapai pasti hanya semu dan sesaat.

Menurut Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) ini, debat bisa dilakukan melalui dua tahap, yaitu melalui babak penyisihan sampai babak final.

Pada babak penyisihan, para rasul, nabi dan imam atau yang mewakili pembawa ajaran baru melakukan perdebatan. Nabi pembawa ajaran baru diuji oleh nabi ajaran baru lain yang turun ke bumi persis di belakangnya; begitu seterusnya.

Selanjutnya pada babak kedua atau babak final, perdebatan adalah antara juara tahap penyisihan sebagai penantang berhadapan dengan Jubir dari penganut keyakinan dominan sebagai juara bertahan, katakanlah MUI.  

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Selanjutnya umat sebagai konsumen atau hakim berhak memilih mana yang paling sesuai dengan hidayah Allah yang dibisikkan ke dalam hati masing-masing. Yang penting dalam hubungan dengan sesama, tidak menganjurkan kekerasan terhadap fisik (dam) atau harta (maal) orang lain, yang secara hukum bisa dipidana,“ paparnya.

Dalam hal ini, kewajiban pemerintah atau negara adalah menjamin dengan adil, jangan sampai diantara penganut keyakinan atau agama yang berbeda-beda terjadi aksi kekerasan atas fisik maupun harta benda dan fitnah di antara mereka.

Bagi semua pihak, baik yang kalah maupun yang memenangi perdebatan (mujadalah) Masdar mengingatkan agar mereka harus menyadari bahwa perbedaan agama dan keyakinan merupakan skenario indah dari Allah seperti yang berkali kali dikatakan dan dijelaskan dalam Qur’an, diantaranya dalam surat Al-Baqarah: 113 dan  Al-Maidah: 48 bahwa kebenaran final akan ada di akhirat.

“Yang harus menjadi kepedulian utama setiap umat, baik secara sendiri-sendiri maupun berjamaah, adalah berbuat yang terbaik bagi sesama manusia. Khairun naas anfauhum lin naas/ Yang paling baik di antara manusia adalah yang paling baik bagi sesama, demikian sabda nabi dan rasul sejati, Muhammad SAW,” tandasnya. (mkf)   


Terkait