Warta

Bulog Harus Jadi Penyeimbang Harga Kedelai

Kamis, 17 Januari 2008 | 03:02 WIB

Jakarta, NU Online
Badan Urusan Logistik (Bulog) merupakan pihak yang paling bertanggung jawab menyusul kelangkaan dan mahalnya harga kedelai belakangan ini. Lembaga tersebut harus menjadi penyeimbang harga kedelai di pasaran.

Pendapat tersebut diungkapkan Ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Soebyakto Tjakrawerdaya kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (16/1)<>

Menurut Soebyakto, persediaan yang ada tidak mencukupi kebutuhan nasional. Sementara, produksi dalam negeri turun sejak tahun 2006. Naiknya harga kedelai di Amerika Serikat pun turut memengaruhi karena Indonesia masih mengimpor bahan baku tempe dan tahu tersebut.

“Itu komoditi yang sudah kita kelola sejak lebih dari 20 tahun. Selama ini (harganya) selalu stabil,” terang mantan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil itu.

Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan, ada dua sebab terjadinya kelangkaan kedelai di pasaran. Pertama, kondisi pertanian di negeri yang kacau balau sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kedua, besarnya ketergantungan Indonesia pada produk kedelai impor yang tidak diikuti dengan strategi meningkatkan produksi dalam negeri. Akibatnya, di saat harga kedelai naik di pasaran dunia, berpengaruh besar pada Indonesia.

“Ada menteri perdagangan, ada menteri pertanian. Tapi, keduanya tidak ada koordinasi,” pungkas Cak Imin—begitu panggilan akrabnya.

Pemerintah memutuskan untuk membebaskan bea masuk kedelai dari sebelumnya 10 persen. Keputusan ini menyusul naiknya harga kedelai impor dari 300 dolar AS per ton menjadi 600 dolar AS per ton.

"Bea masuk impor kedelai menjadi 0 persen,'' tegas Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu usai rakor yang membahas kenaikan harga kedelai di kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (14/1).

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pembebasan bea masuk impor kedelai ini akan ditandatangani 21 Januari 2008 mendatang. Setelah bea masuk dibebaskan, harga kedelai tingkat gudang importir akan menjadi sekitar Rp 5.987/kg dan sampai di konsumen sekitar Rp 6.000/kg.

Kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini sebesar 1,8 juta ton per tahun, dengan pasokan impor sebesar 1,2 juta ton sementara produksi lokal 620 ribu ton. Produksi lokal ini berarti turun dibandingkan tahun 2006 sebesar 787 ribu ton.

Saat ini, industri yang menggunakan bahan baku kedelai 92 ribu unit. Komposisinya adalah produsen tempe 56 ribu unit, tahu 28 ribu unit, kecap 1.500 unit dan tauco 2.100 unit. Dengan penyebaran wilayah adalah 39 persen di Jateng, 22 persen Jatim, 13 persen Jabar, 8,5 persen Yogyakarta dan Kalimantan dan Sumatera sisanya. (rif)