Diusulkan, Ketua Umum PBNU Tak Lagi Boleh ‘Nyalon’ Presiden
Kamis, 4 Februari 2010 | 10:09 WIB
Ketua Umum PBNU periode mendatang tidak lagi boleh mengajukan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden, atau terlibat langsung dalam perebutan kekuasaan politik di tingkat manapun atau menjadi supporter politik pihak mana pun.
Hal yang sama juga berlaku bagi wakil ketua umum, rais aam dan wakil rais aam. Demikian dalam draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU yang akan dibahas dalam Muktamar ke-32 NU, Maret mendatang di Makassar.<>
“AD/ART akan memastikan terjaganya netralitas NU terhadap jebakan-jebakan politik praktis tanpa merugikan hak politik kader-kader terbaiknya secara bertanggungjawab,” kata Ketua Komisi Organisasi Muktamar ke-32 NU, KH Masdar Farid Mas’udi di Jakarta, Kamis (4/2).
Dalam draf disebutkan bahwa rais aam dan wakilnya, juga ketua umum dan wakilnya serta para rais di semua tingkatan wajib menjaga independensi NU sebagai payung untuk semua warganya apapun partai dan afiliasi politiknya
Selanjutnya, disebutkan bahwa pengurus harian PBNU selain rais aam dan wakilnya serta ketua umum dan wakilnya, serta ketua NU tingkat pengurus wilayah dan cabang boleh mencalonkan diri dalam perebutan jabatan politik dengan beberapa ketentuan.
Ketentuan yang dimaksud adalah jika yang bersangkutan mencalonkan diri, maka ia harus non aktif sejak pencalonannya sampai dengan pengumuman hasil pemilihan. Lalu jika terhalang dalam proses pemilihan, yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan dari kepengurusan NU. Sementara jika menang, ia masih boleh kembali.
Menurut Masdar, peraturan ini dibuat untuk memunculkan efek jera bagi para ketua NU yang akan mencalonkan diri, atau agar mereka berfikir seribu kali sebelum mencalonkan diri.
Draf AD/ART yang diusulkan oleh komisi organisasi Muktamar ke-32 NU ini akan dibahas kembali dan ditetapkan dalam muktamar di Makassar, Maret mendatang. (nam)