Jakarta, NU Online
Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) selama tahun 2006. Sejumlah titik positif dan negatif dibeberkan Gus Dur dalam refleksi akhir tahunnya.
Penilaian obyektif mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu meliputi bidang hukum, kerukunan antarumat beragama, ekonomi dan keamanan. Hal itu disampaikannya kepada wartawan di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (26/12).
<>Menurutnya, tahun 2006 ini merupakan tahun dengan catatan positif bagi kerukunan umat beragama. Konsep dialog antarumat beragama mulai dijalankan semua pihak untuk mencegah tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama.
“Catatan positif pemerintahan SBY-JK dalam kehidupan beragama lebih dialogis. Imbasnya tentu sangat baik, seperti kemarin, FBR (Forum Betawi Rempug: Red) bisa mengamankan Natal. Ini kan sebuah prestasi,” terang Gus Dur.
Di bidang hukum, Gus Dur menilai, pemerintah dinilai masih terkesan setengah hati dalam menetapkan kebijakan hukum. Ia mencontohkan proses penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi. “Karena itu, wajar saja bila masyarakat belum sepenuh hati bisa percaya kepada pemerintah,” tandasnya.
Tak berbeda dengan bidang hukum, menurut Gus Dur, sektor ekonomi pun dinilainya masih buram. Khususnya masalah kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini.
“Permasalahan harga beras, kenapa bisa terjadi spekulasi macam itu. Nah, ini kan salah satu indikasi bahwa perekonomian kita masih buram,” ujarnya.
Secara umum, lanjut Gus Dur, hal itu disebabkan karena konsep perekonomian di negeri ini masih bertumpu pada konsep pertumbuhan. Padahal, katanya, konsep pertumbuhan ekonomi itu harus diiringi dengan konsep pemerataan dalam mewujudkan kemakmuran. “Harus ada keseimbangan antara pertumbuhan dan distribusi,” pungkasnya.
Dalam bidang keamanan, Gus Dur menyoroti perkembangan politik di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) pasca-pemilihan kepala daerah (Pilkada) beberapa waktu lalu. Menurutnya, tak ada ada yang perlu dikhawatirkan terhadap situasi keamanan di Serambi Mekah tersebut, selama Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih dipertahankan.
“Kemenanganan kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka: Red) dalam Pilkada memang harus disambut baik, tapi tetap kita harus waspada. Kewajiban kita bersamalah untuk mempertahankan TNI di Aceh,” tegas Gus Dur.
Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa itu menyimpulkan tiga hal terhadap kepemimpinan SBY-JK. Selama tahun 2006, ia menilai hubungan kedua pemimpin itu berlangsung tidak harmonis.
Pertama, menurutnya, kepemimpinan di Indonesia masih belum pasti, penuh keragu-raguan. Kedua, masyarakat belum punya kepercayaan terhadap pemerintah. Ketiga, kebijakan pemerintah dalam banyak hal masih separuh-separuh.
Selain mengungkapkan refleksi kepemimpinan SBY-JK selama 2006, Gus Dur juga mengungkapkan prediksi pemerintahan tahun 2007. Dia menilai pemerintahan akan lebih baik jika SBY-JK tidak lagi jalan sendiri-sendiri.
Namun ada hal yang patut diwaspadai juga, yaitu adanya kepentingan-kepentingan dari golongan tertentu atau partai tertentu yang terkadang mempengaruhi proses politik di Indonesia. (rif)