Mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tak setuju terhadap wacana pemberlakuan hukuman mati bagi para koruptor. Hukum yang saat ini sudah ada sebaiknya ditegakkan, tidak perlu membuat hukum baru.
Menurut Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa itu, jika hukum yang ada saja dilaksanakan dengan baik, maka sudah lebih dari cukup untuk mengurangi angka korupsi di Indonesia.<>
"Hukum itu saja yang dijalankan secara benar. Tidak perlu digembar-gemborkan ada hukuman mati segala," kata Gus Dur kepada wartawan usai deklarasi KPKN di Ruang GBHN kompleks MPR Senayan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (28/7) kemarin.
Hal senada diungkapkan mantan ketua MPR RI Amien Rais. Menurut Amien, pemberantasan korupsi masih bisa dilakukan dengan mengunakan pedoman hukum yang sudah ada.
"Hukuman mati bagi koruptor itu saya anggap terlalu berat. Sebaiknya koruptor itu dikirim ke Pulau Buru saja. Kalau dari sana itu mereka melarikan diri, baru ditembak," kata Amien.
Munculnya wacana untuk penerapan hukuman mati bagi para koruptor masih dinilai wajar. Sistem hukum dan UU berlaku di Indonesia pun saat ini masih mengakui hukuman mati sebagai sanksi hukum yang paling maksimal.
"Wacana hukuman maksimal untuk korupsi, saya rasa wajar saja. Tapi, itu lebih baik jadi wacana masyarakat kemudian dalam proses legislasi di DPR dikembangkan," ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng.
Aturan hukum dan UU Indonesia saat ini masih menganut hukuman mati. Penerapannya menganut prinsip hukuman ringan untuk kesalahan ringan, dan sebaliknya hukuman yang maksimal bagi pelaku tindak pidana berat.
Di dalam konteks tindak korupsi yang tergolong sebagai pidana berat, maka wacana penerapan hukuman mati dinilai masih wajar. Penerapan sanksi hukum maksimal tersebut secara adil diharapkan memberikan efek jera bagi para calon koruptor.
"Lebih baik itu kita serahkan kepada masyarakat. Dalam sosiologi hukum ada 2 hal, yaitu kepastian hukum yang membuat semua mematuhinya dan keadilan. Karena kalau dia adil, orang akan ikuti aturan itu," imbuhnya. (dtc/rif)