Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi kembali menegaskan soal dukungan NU terhadap Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP).
Ditemui sepulang dari kunjungannya ke Iran, Hasyim mengatakan, pornografi dan pornoaksi dapat merusak moral bangsa. Dan pengrusakan moral bangsa, lanjutnya, merupakan bentuk dari tindakan anarkisme.
<>“Merusak moral dan kepentingan bangsa itu juga tindakan anarkis. Jadi, orang yang merusak moral bangsa bisa dikatakan anarkis,” tegas Hasyim kepada NU Online di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat, Selasa (18/4)
Menurut Hasyim, anarkisme tidak hanya terbatas pada tindakan yang bersifat fisik saja, melainkan juga hal-hal yang bersifat non-fisik. Hal itu, bisa dilihat dari rusaknya moral bangsa yang merupakan akibat dari pornografi dan pornoaksi.
“Soal misalkan merusak secara fisik, ya, itu anarkisme. Tapi merusak moral bangsa itu juga tindakan anarkis. Anarkisme jangan hanya dibatasi fisik saja. Ada spirit anarkhisme dan physical anarkhisme,” jelas Hasyim
Selain itu, Hasyim juga menepis kekhawatiran sejumlah kalangan yang menganggap bahwa akan terjadi proses arabisasi dalam kehidupan masyarakat jika RUU tersebut jadi disahkan. Menurutnya, anggapan itu salah besar. “Orang membayangkan, dikiranya kalau RUU itu disahkan, semua perempuan akan pakai cadar yang hanya kelihatan matanya saja. Tidak seperti itu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hasyim mengatakan bahwa di dalam RUU APP masih tersedia ruang bagi kebudayaan dan tradis lokal. “Jadi, misalkan orang Irian pakai koteka, itu jangan dianggap porno, karena itu kebudayaan mereka. Baru kalau ada orang telanjang di Pasar Baru, itu bisa dianggap porno,” terang Hasyim.
RUU APP, kata Hasyim, dibuat semata sebagai pengaturan kehidupan bermasyarakat. Karena jika tidak demikian, maka moral bangsa akan rusak. “RUU APP itu ibarat rambu-rambu. Kalau tidak ada rambu-rambu, habis semuanya,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu pula, Hasyim mengomentari perihal penerbitan perdana majalah Playboy versi Indonesia. Baginya, negara harus berani tegas terhadap majalah syur asal Amerika Serikat tersebut.
“Tidak ada alasan bagi negara (baca: pemerintah) untuk mengatakan tidak punya hak mengatur Playboy,” tegasnya. Bagaimana ceritanya kalau sampai pemerintah bilang tidak punya hak untuk mengatur Playboy,” tegasnya. (rif)