Sumenep, NU Online
Tidak dapat disembunyikan bahwa Bangsa Indonesia punye sejarah konflik yang kelam. Peristiwa G30S, Mei 1999, tragedi Sampit-Madura, Poso, dan lain-lain, adalah bukti nyata Indonesia belum sepenuhnya bisa menerima perbedaan.
Demikian dikatakan Paisun, salah seorang panitia Orientasi Pendidikan Kampus yang digelar oleh Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), tadi malam (11/9) di Kampus Instika, Sumenep.
<>
“Perbedaan dan keragaman yang bermacam-macam di negeri ini adalah sunnatullah. Tapi ketika perbedaan itu berhadapan, banyak di antara kita tidak ikhlas. Ngomong Bhineka Tunggal Ika itu hanya enak di mulut, tapi ketika di lapangan, apalagi sudah banyak kepentingan, bisa lain jadinya,” papar Paisun yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Fajar LPM Instika.
Dengan latar belakang seperti itulah, kata Paisun, orientasi pendidikan kampus mengangkat tema “Tantangan Aswaja dalam Bingkai Keindonesiaan”. Acara orientasi akan berlangsung dari 11-15 September 2011 dan diikuti semua mahasiswa baru.
Sementara itu, Ach. Taufiqil Aziz, panitia lainnya, mengatakan, pemerintah mestinya tegas menjalankan perinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Di antara yang akan hadir sebagai pembicara adalah Ro’is Syuriyah PW NU Jatim, KH Miftahul Akhyar sebagai pembicara.
Redaktur : Hamzah Sahal
Kontributor : Haerul Anam