Warta

Islam yang Ajarkan Kekerasan Justru Lebih “Diminati”

Jumat, 10 Oktober 2008 | 01:37 WIB

Cirebon, NU Online
Islam sejatinya adalah agama yang mengajarkan perdamaian serta membawa kemanfaatan bagi seluruh alam. Namun, khususnya di Indonesia, belakangan berkembang fenomena bahwa Islam yang mengajarkan kekerasanlah yang justru lebih “diminati”.

Demikian dikatakan Dr Syahiron Syamsuddin, Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Halalbihalal Intelektual Muda NU di Pondok Pesantren Khatulistiwa Kempek, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, belum lama ini.<>

”Sekarang ini, paham keagamaan yang keras malah dicap sebagai Islami. Yang bukan Islam lalu dikesankan Islami. Islam damai yang merupakan nilai sejati Islam, malah dikira tidak Islami,” kata Syahiron pada acara yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU) Cirebon itu.

Ia menceritakan, di sejumlah tempat, paham Islam garis keras itu sudah mulai “mewabah”. Misal, khotbah salat Jumat tentang Islam sebagai rahmatan lil alamin, justru tak digemari, meski ada pula mengapresiasi.

Pengasuh Pesantren Arjawinangun, Cirebon, KH Husein Muhammad, yang juga hadir pada kesempatan itu, mengungkapkan hal senada. Ia mengaku sering mendapat pengaduan dari warga bahwa beberapa musholla di daerahnya mulai dikuasai kelompok Islam garis keras.

“(mereka adalah) kelompok yang men-bid’ah-kan (baca: mengada-ada dalam beribadah) tahlil, qunut dan tradisi-tradisi orang-orang NU lainnya,” terang Anggota Komisi Nasional Perempuan itu, seperti dilaporkan Kontributor NU Online, Ali Mursyid.

Menurut KH Syarif Ustman Yahya, Pengasuh Pesantren Kempek, Ciwaringin, Cirebon, hal itu justru tidak menjadi masalah besar. Dalam pandangannya, jika kelompok Islam garis keras itu mengharamkan ritual semacam ziarah kubur, tahlil, qunut, maka akan berhadapan dengan masyarakat.

“Kalau mau ‘mengganggu’ tahlil, ya, biarkan saja. Mereka akan ribut dengan masyarakat” kata Abah Ayip, begitu ia akrab disapa.

Masalah yang harus diperhatikan, katanya, adalah akidah NU: tasamuh (toleran) dan tawasuth (moderat) yang sekarang ini mulai kurang dipahami. Dengan demikian, kalangan nahdliyin tak perlu direpotkan oleh urusan kelompok yang suka mengharamkan ritual ibadah NU. (rif)


Terkait