Warta

Kang Said: Waspadai Yayasan Pendidikan dari Arab

Selasa, 19 April 2011 | 12:27 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengingatkan masyarakat agar mewaspadai yayasan pendidikan yang mendapat dukungan dana dari Arab yang mengajarkan teologi Wahabi yang dengan gampang membid’ahkan dan mengkafirkan orang diluar kelompoknya.

Ia mencontohkan, sebuah yayasan di Lampung akan menyelenggarakan sebuah seminar tentang para ahli bid’ah, yang tiga tokoh ahli bid’ah disebut adalah Mirza Ghulam Ahmad, Lia Eden dan KH Hasyim Asy’ari. Seminar tersebut akhirnya batal setelah protes dari anak-anak muda NU.<>

Menurut pengetahuannya, terdapat lebih sepuluh yayasan serupa yang tersebar di seluruh Jawa, mulai dari Jakarta sampai dengan Banyuwangi.

“Pertama berawal dari radikalisme teologis, selanjutnya menjadi radikalisme tindakan,” katanya dalam acara bedah buku Dialog Peradaban KH Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda yang diselenggarakan oleh Lajnah Ta'lif wan Nasyr PBNU, Soka Gakkai Indonesia, Wahid Institute, dan Penerbit Gramedia di gedung PBNU, Selasa (19/4).

Kelompok garis keras, dengan lantang membid’ahkan tradisi-tradisi NU seperti tahlil dan maulidan. Dengan menggunakan logika sederhana, selanjutnya orang yang bid’ah dianggap musyrik sehingga boleh dibunuh.

Mereka yang berfikir pendek tersebut, adalah orang yang tidak tahu Islam atau tidak membaca sejarah perjalanan Islam. Kiai Said mencontohkan, selama tiga belas tahun Islam di Makkah, Rasulullah sama sekali tidak menggunakan jalan kekerasan dalam berdakwah. Ka’bah waktu itu masih dikelilingi dengan 360 patung sehingga setiap thawaf, masih ada patung-patung hubal, latta, uzza dan lainnya.

Patung tersebut tidak disingkirkan dengan cara paksaan. Ketika futuh Makkah atau pembukaan kota Makkah. Patung-patung tersebut tersingkir dengan sendirinya ketika seluruh penduduk kota Makkah memeluk Islam.

“Rasulullah membangun pondasi iman tanpa kekerasan, semua patung dibersihkan dengan sukarela,” jelasnya.

Selanjutnya, Rasulullah juga membangun negara di kota Yasrib bukan negara Islam atau negara Arab, tetapi Negara Madinah.

“Islam yang sebenarnya adalah Islam yang toleran dan mengedepankan perdamaian,” katanya. (mkf)


Terkait