Yogyakarta, NU Online
Setiap musim panen selalu saja terjadi kisruh pupuk. Terlebih akhir-akhir ini, ketika kemampuan subsidi negara makin terbatas. Petani pun tergencet. Pada sisi input produksi petani selalu didera harga dan kelangkaan pupuk dan pada sisi produksi petani beras tidak boleh menikmati harga tinggi.
“Pihak pabrik menuntut harga tinggi sementara negara didukung Bank Dunia beriktikad memurahkan harga beras demi pengamanan inflasi dan supaya yang miskin mampu beli beras,” kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta KH. Mohammad Maksum kepada NU Online di Yogyakarta, Senin (11/12).
<>Kini, lanjut pakar ekonomi pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) itu, petani terancam dengan naiknya harga dan tataniaga pupuk yang tidak jelas. Kondisi ini sangat menegangkan dan makin membuat petani tidak percaya pemerintah. Petani dibuat bimbang apakah harga naik atau tidak, subsidi dengan sistem voucer atau tidak.
“Ceblung-ceblung ini harus segera dihentikan karena membingingkan dan membuat public distrust semakin memuncak. Skema harga dan tataniaga pupuk betul-betul harus pro-petani. Sudah waktunya negara benar-benar pro kaum tani dan tidak makin kurbankan buat menahan inflasi dan demi konsumen yang daya belinya terbatas,” kata maksum.
Sebelumnya, pihak Bank Dunia memberikan laporan bahwa kemiskinan di Indonesia antara lain disebabkan karena harga beras yang mahal dan tidak terjangkau. Bank Dunia merekomendasikan agar harga beras tidak memberatkan masyarakat. Kontan laporan ini membuat petani semakin gusar akan adanya ancaman anjloknya harga beras di satu sisi, dan serbuan beras impor yang harganya lebih murah di sisi yang lain.
Dikatakan Maksum, para petani adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang selama ini dimiskinkan oleh paradigma pembangunan yang hanya berorientasi pada terbentuknya “masyarakat industri”.
“Dholim sekali kalau kita harus memiskinkan mereka lagi sebagai tumbal pembangunan. Janji politik para petinggi kan bagi kesejahteraan petani, mana janjimu? Jangan bikin petani makin tidak percaya dan marah,” katanya. (nam)