Warta

Kebudayaan Harus Berakar pada Sejarah

Kamis, 15 Desember 2005 | 01:09 WIB

Jakarta, NU Online
Untuk merumuskan politik kebudayaan harus berangkat dari kenyataan sejarah bangsa ini sendiri. Selama ini bangsa kita sejak zaman Belanda hanya mengacu pada budaya Barat sebagaimana diajarkan Belanda, sehingga bangsa ini melupakan khazanah kebudayaan bangsa sendiri yang tidak kalah kaya dan maju. Demikian menurut Agus Sunyoto  budayawa dari Malang saat menyampaikan diskusi di NU Online kemarin.

Diskusi itu sendiri diselenggarakan sebagai upaya menindak lanjuti anjuran Rois Aam PBNU KH Sahal Mahfudz, agar mengembangkan politik kultural untuk mengambangkan bangsa ini. Lebih lanjut Agus Sunyoto mengatakan bahwa sebenarnya tidak hanya sistem  pemerintahan yang bisi kita pelajari dari sejarah kebudayaan bangsa kita sendiri. Bahkan sistem hukum, ketatanegaraan, sistem pendidikan dan sistem ekonomi bisa kita pelajari dari sana.

<>

Ia mencontohkan bahwa sistem pemerintahan di Nusantara ini telah menghasilkan sistem yang kuat dan stabil, tidak hanya pada masa Majapahit dan Singasari, bahkan sejak Zaman Kalingga di bawah Dewa Shima dan Ratu Shima, telah memiliki sistem yang mantap sehingga membuat negara makmur. Bahkan ketika zaman Mataram kuno di bawah Dinasti Sanjaya, berbagai kemajuan di bidang kebudayaan, strategi perang dan sistem pertahanan sangat maju.

Kemajauan budaya itu ditopang perekonomian yang sangat kuat, sehingga kerajaan itu mampu mengembangkan sistem ilmu pengetahuan yang maju, akibatnya melebarkan kekuasaannya hingga ke seluruh penjuru Nusantara, karena itu menurut Sunyoto, sejarawan NU itu, bahwa tidak benar kalau negara nasional di Nusantara ini hanya Sriwijaya dan Majapahit, ternyata negara Mataram, Singosari telah mempu menyatukan wilayah Nusantara ini. Hal itu berkat sistem kenegaraannya yang kuat.

Mengingat majunya kebudayaan yang kita miliki itu sbenarnya kita memiliki banyak referensi untuk maju. Tetapi semuanya itu dipotong oleh Belanda, sehingga para intelektual kita ikut memotong, sehingga generasi muda Indonesia tidak tahu masa lalunya, akhirnya mereka tidak bisa belajar pada nenek moyangnya sendiri, tetapi diharuskan belajar pada kolonial Barat. Tetapi hingga kini hasilnya tidak pernah baik, baik semakin jauh dari harapan. Tidak pernah menghaasilkan keadilan apalagi kesejahteraan bagi rakyat.

Dalam diskusi yang dihadiri oleh kalangan pemuda NU dan beberapa kalangan seniman dari TIM itu  Agus Sunyoto menyarankan agar bangsa ini melakukan reorientasi pemikiran dan reorientasi budaya secara menyeluruh. Kalau tidak bangsa ini tidak bisa maju, terus terbelakang karena hanya mengekor pada orang lain yang ingin bangsa ini hanya mengekor, tak mampu melampaui atau menyamai mereka. Ini bukan berarti menutup belajar pada bangsa lain.

Dengan memiliki tradisi dan bertolak dari sejarah sendiri seseorang bahkan bisa belajar pada bangsa lain secara lebih kreatif. Kalau selama ini hanya konsumtif, menjiplak dan sebagainya. Dengan adanya landasan tradisi bangsa sendiri, semua sistem dari luar bisa diolah kembali secara budaya, sehingga hasilnya akan lebih relevan dan efektif bagi kehidupan bangsa saat ini.

Diskusi bertemakan belajar pada pengalaman sejarah bangsa itu sungguh menarik para peserta, sehingga diskusi berjalan sangat panjang. Walapun dimulai jam 8 malam, diskusi bisa berlanjut hingga jam 3 dinihari. Berbagai persoalan dibahas secara tuntas, selanjutnya mencari solusi berbagai persoalan yang sedang dihadapi, berdasarkan pengalaman sejarah bangsa ini sendiri.(ltn)


Terkait