Kairo, NU Online
Kondisi pergolakan politik di Mesir makin tak menentu. Di tengah memanasnya ketegangan antara demonstran anti pemerintah dan Presiden Husni Mubarak, sistem keamanan mulai diperketat dan persediaan logistik susah didapatkan. WNI di Mesir merasa semakin tidak tenang. Khususnya terkait kebutuhan keamanan dan logistik.
Cecep Rahmat, WNI yang tinggal di asrama Ma’ady bercerita kondisi asrama yang sudah kehabisan pasokan logistik. "Persediaan gas elpiji sudah habis, supir asrama pulang kampung dan petugas yang biasa menyuplai makanan sejak Senin (31/1) hingga Kamis (3/2) belum kunjung tiba." Ujar Cecep. WNI d<>i asrama tersebut ada 23 orang.
Muhammad Irhas Darojat, WNI yang tinggal di H-6 Madinat Nasr, mengatakan dirinya dan teman WNI lain takut setiap malam. Hampir tiap malam, mereka mendengar suara tembakan berkali-kali hingga Shubuh. Keributan kerap terjadi. Ditambah lagi, jarak posko logistik cukup jauh dijangkau dari kawasan H-6.
Begitu juga yang dialami Bisri Ichwan pada Sabtu kemarin (5/2). Militer satu kompi mendatangi rumahnya di kawasan Thub Ramly. Semua membawa senjata laras panjang. Seisi rumah digeledah, barang diperiksa satu persatu, laptop dan hp disita. "Kami dibawa ke dalam mobil layaknya tahanan. Senjata diarahkan ke kami seakan mereka sudah siap." ceritanya setelah dibebaskan kemarin. Di kantor polisi, Bisri dan 6 temannya diinterogasi di markas militer. Di antaranya, mereka dituduh terlibat dalam gerakan demonstrasi menggulingkan presiden.
Pengalaman serupa juga dialami WNI yang lain. Mereka diperiksa polisi, ditanya identitas dan visa dan barang-barang milik mereka tak luput dari geledahan. Khusus barang elektorinik seperti hp, kamera atau laptop, polisi tak segan-segan menggeledahnya, mencurigai adanya dokumentasi visual yang merekam aksi demo di Mesir.
Keluhan keamanan dirasakan pula oleh WNI di beberapa daerah luar Kairo. Kondisi keamanan yang belum membaik membuat mereka memilih untuk tetap berdiam di daerah masing-masing. Seperti penuturan Ahmad Muhakkam Zain, WNI yang berdomisili di daerah Helwan, mengatakan WNI di daerah tersebut terisolasi dan bantuan logistik belum menjangkau daerah mereka. "Kantor polisi dekat rumah kami dibakar massa anti pemerintah. Setiap malam suara tembakan terdengar." lanjutnya.
Perlakuan tak manusiawi dari aparat keamanan Mesir menimpa Umar Ahmad, WNI yang tengah melakukan perjalanan dari Tafahna ke Kairo. Di daerah Bilbis, kendaraan umum yang ditumpangi distop. Aparat memeriksa penumpang. Dari 8 penumpang, hanya dirinya seorang yang disuruh turun. Ia dibawa, diinterogasi dan tasnya digeledah. Ketika ditanya "Kamu (dari) Tunisia?" ia menjawab ketakutan, "Bukan, saya dari Indonesia."
Tanpa alasan jelas, ia ditendang salah satu arap dari belakang dan ditampar dua kali. Setelah kurang lebih satu jam ditahan, kemudian baru disuruh pergi.
WNI (mayoritas adalah mahasiswa) telah membuat group ‘Mendesak Total Evakuasi Masisir’di Facebook. Lewat grup ini, mereka menggalang kekompakan, menyatukan suara mendesak pemerintah untuk melakukan evakusi secepatnya. Mereka turut menginformasikan keresahan, pengaduan keamanan dan logistik di grup ini. 4.000 lebih sudah menjadi anggota.
Anggota grup ini juga berupaya men-counter berita-berita menjerumuskan dari beberapa media elektronik di Indonesia. Misalnya, counter atas pernyataan Sekjen PKS, Anis Matta yang mengatakan bahwa lebih dari 6000 kader partai bertahan di Kairo untuk menyuplai keperluan logistik serta membantu penurunan rezim Husni Mubarak. (jid)