KH Mahmud Ali Zain: Kalau Ada Konsep Syariah, Mengapa Pilih yang Lain
Senin, 27 Agustus 2007 | 04:08 WIB
Jakarta, NU Online
Kopontren Sidogiri telah berhasil mengembangkan usahanya dengan berbasiskan syariah dan memperoleh tingkat pendapatan sekitar 20 persen setiap tahunnya kepada para anggota dan saat ini telah memiliki nasabah 24 ribu dari 2 BMT-nya.
KH Mahmud Ali Zain, mantan pengurus kopontren yang kini menjadi Ketua Rabithah Alam Islami (RMI) menuturkan bahwa pilihan hanya menggunakan sistem syariah ini karena didasari alasan untuk melaksanakan perintah agama.
<>“Kalau ada konsep syariah, mengapa pakai konsep yang lain, begitu saja. Kalau kita punya konsep Islam, mengapa memakai konsep yang lain dan ternyata menguntungkan,” katanya.
Dua bidang usaha Kopontren Sidogiri, BMT Muamalah Masholihul Ummah (MMU) telah memberikan Sisa Hasil Usaha lebih dari 20 persen sedangakan Usaha Gabungan Terpadu (UGT) memberikan pendapatan 19 persen lebih.
“Sekarang, mana ada bank yang bisa menghasilkan pendapatan sekian, dan itu syariah dan ternyata orang senang sama syariah dan kapan lagi kita melakukan kalau tidak sekarang,” tuturnya.
Dikatakannya bahwa pelaksanaan syariah dalam kehidupan seorang muslim tidak hanya mencakup ibadah ritual saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi.
“Masak syariah itu cuma sholat, cuma mahdhoh, mualamat juga harus syariah. Jadi kita tantang, bisa tidak, jadi syariah itu mudah, tidak sulit,” tambahnya.
Dalam prosesnya memang tidak mudah, banyak tantangan maupun pertanyaan dari berbagai kalangan yang harus dilewati “Tapi orang yang menantang tidak kita tantang dan kita coba berikan pengertian, syariah itu begini-begini. Anda kan hanya melihat dari luar, anda kan tidak melaksanakan,” katanya.
Mengenai penilaian bahwa bank syariah yang ada di Indonesia sekarang belum sesuai sepenuhnya dengan konsep syariah dalam Islam, Mahmud yang juga anggota DPD ini berpendapat, mungkin yang melaksanakan bukan orang pesantren.
“Lha kalau orang pesantren yang sudah tahu syariah dari awal, ya kenapa niru-niru itu, ya kita harus syariah, Dan ternyata masyarakat senang, buktinya 18 ribu dan itu bukan cuma santri karena santri disana tidak banyak, malah ada orang non musim yang memanfaatkan,” tandasnya. (mkf)