Jakarta, NU Online
Di saat para da’i dituntut untuk terus memberikan tausiyah moral keagamaan kepada umat, mereka juga harus berhadapan dengan dua model pemahaman keagamaan yang bertolak belakang, yang satu terlalu bebas dan yang satu lagi sangat kaku.
Demikian Ketua Umum Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PP LDNU) KH. Nuril Huda saat berbicara di hadapan para ketua majelis taklim se-DKI Jakarta di auditorium gedung PBNU, Jakarta, Rabu (26/7).
<>Para da’i diminta untuk terus memberikan pemahaman keagamaan yang benar, menjadi ummatan wasathon, tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan.
“Kita sekarang diserang dari dua sisi. Satu dari Barat yang sekuler, bebas, dan hanya mengutamakan akal pikirannya saja. Satu lagi yang berfaham Wahabi, dari Timur Tengah yang terlalu ekstrem. Tentu saja, mereka tidak secara terang-terangan,” kata Kiai Nuril.
Dikatakannya, yang terpenting bagi para da’i adalah mengupayakan persatuan umat, dan tidak mudah dipecah belah. Hal ini mungkin dilakukan jika para da’i mendakwahkan Islam ala ahlussunnah wal jamaah, mengamalkan ajaran nabi dan teladan para pengikutnya, dalam pengertian tidak terpaku pada teks namun masih mengacu kepada teladan para salafus salih yang berusaha menerjemahkan ajaran Nabi.
“Memang ini sulit tapi kita harus tetap bersemangat seperti semangatnya pasukan Perang Badar yang mampu menghancurkan musuh meskipun dalam keadaan puasa dan dalam jumlah yang lebih sedikit,” kata Kiai Nuril sembari bercerita tentang ihwal diciptaannya Sholawat Badar oleh KH. Ali Mansyur dari Tuban, Jawa Timur, pada masa awal-awal kemerdekaan.
Acara silaturrahmi PP LDNU dengan ketua-ketua majelis taklim se-DKI Jakarta itu akan diteruskan dengan istighotsah rutin bulanan di halaman gedung PBNU nanti malam yang dipimpin oleh KH. Hasyim Muzadi dan Habib Muhammad Luthfi bin Ali Yahya. (nam)