Warta

KH Sahal Mahfudz Diusulkan Kembali Jadi Rais Aam

Ahad, 7 Maret 2010 | 11:31 WIB

Pati, NU Online
Sejumlah pengurus syuriyah NU se-Indonesia yang berkumpul dalam acara silaturrahmi di pesantren Maslakul Huda Kajen Pati, Ahad mengusulkan agar KH Sahal Mahfud menjadi rais aam PBNU untuk periode ketiga kalinya.

Menanggapi permintaan tersebut, KH Sahal Mahfudh menegaskan secara prinsip beliau dapat memenuhinya dengan dua sayarat, NU tetap berpegang teguh pada Khittah Nahdliyyah dan prosesnya mengedepankan akhlakul karimah.<>

Seluruh peserta sepakat menjadikan lembaga syuriyah NU sebagai simbol penjaga tradisi keagamaan, karenanya dibutuhkan figus yang 'alim sebagai rais 'aam syuriyah.

Bahkan untuk model penetapan Rais Aam PBNU, KH Malik Madani, Katib Syuriyah PBNU yang dalam pertemuan silaturrahmi tersebut bertindak sebagai pemandu acara menegaskan, pimpinan syuriyah hendaknya tidak dipilih langsung dengan voting.

"Untuk penentuan Rais Aam lebih cocok jika menggunakan pola ahlul halli wal aqdi. Rais aam itu tidak diperebutkan tetapi diberikan kepercayaan", ujarnya.

Untuk kepentingan penguatan syuriyah, ada yang mengusulkan agar syuriyah diberikan kewenangan untuk memberhentikan tanfidziyyah jika tidak mengikuti garis yang ditetapkan syuriyah.
 
Ketua Presidium Majelis Alumni Ikatan Pelajar NU Hilmi Muhammadiyah yang hadir dalam silaturrahmi tersebut menyambut baik kesepakatan para kiai pimpinan syuriyah NU untuk mengembalikan supremasi ulama melalui ahlul halli awal aqdi.

Menurutnya, NU harus dikendalikan oleh kepemimpinan ulama. Dalam khittah kelahirannya, ujar Hilmi, NU didesain sebagai organisasi yang mengedepankan supremasi ulama.

Untuk itu, fungsi dan peran syuriyah perlu dikuatkan sebagai pemegang otoritas tertinggi organisasi. "Dari segi namanya sudah jelas bahwa NU itu sebagai organisasi ulama. Ulamalah yang harus mengambil peran utama perjalanan organisasi," ungkapnya.

Untuk itu, Majelis Alumni berharap ada sinergi seluruh kekuatan ulama NU untuk memberikan arah yang jelas dan tegas bagi kebijakan strategis organisasi.

Sebelumnya, di tempat terpisah Sekretaris Jenderal Majelis Alumni IPNU Dr. Asrorun Niam menegaskan bahwa reformasi sistem penetapan kepemimpinan NU sangat mendesak untuk dilakukan sebagai koreksi atas sistem yang berlaku selama ini, yakni dengan sistem voting satu delegasi satu suara. "Selama ini proses pemilihan hanya mengejar prosedural demokrasi namun luput dari substansi yang dituju.

Sistem ini melahirkan tirani kaum kapital yang meneggelamkan kewibawaan Ulama, di mana sang calon harus kasak kusuk memperebutkan suara terbanyak", ujarnya. Dengan pola ahlul halli wal aqdi atau sistem formatur, tambahnya, semangat kebersamaan akan semakin terjaga dan fragmentasi akan terminimalisasi.

Sistem pemilihan langsung, menurut Niam tidak cocok dengan khittah organisasi yang mengedepankan supremasi Ulama. "Nilai yang dikembangkan NU dalam kepemipinan adalah amanah, sehingga nilai yang dominan adalah pengabdian atau khidmah. Prinsip pemilihan langsung dengan pencalonan diri akan kontraproduktif dengan nilai khidmah dalam kepemimpinan NU ini," ujar Niam. (mad)


Terkait