Konferwil NU Jatim Soroti Aliran Sesat dan Netralitas dalam Pilgub
Ahad, 4 November 2007 | 08:06 WIB
Probolinggo, NU Online
Peserta Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur di Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo menyoroti maraknya aliran sesat, lumpur Lapindo yang belum tuntas, RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP), dan perlunya netralitas pengurus NU terhadap partai politik dan proses politik seperti Pemilihan Gubernur (Pilgub).
"Masalah aliran sesat dan netralitas pengurus NU masuk dalam taushiyah (rekomendasi) internal, sedangkan RUU BHP dan lumpur Lapindo masuk dalam taushiyah eksternal," kata pimpinan sidang Komisi Taushiyah Konferwil NU Jatim di Probolinggo, KH Matin, di Probolinggo, Minggu.
<>Dalam taushiyah internal, katanya, peserta konferwil menyatakan NU hendaknya dapat melakukan pembinaan seluruh pengurus organisasi dan badan otonom (banom) NU agar kegiatannnya tidak menyimpang dari prinsip aqidah, ijtima’iyah, dan syar’iyah Nahdlatul Ulama.
Terkait pembinaan terhadap jemaah Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan aliran sesat lainnya, peserta Konferwil NU Jatim meminta NU mendesak pemerintah untuk mengaktifkan PAKEM guna mengantisipasi maraknya aliran sesat sejak dini, baik PAKEM di tingkat pusat maupun pemerintah daerah.
"Kalau penangkapan anggota aliran sesat seperti yang terjadi akhir-akhir ini, para peserta Konferwil NU Jatim menilai hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, karena itu pengurus NU se-Jatim juga diminta membantu melakukan pembinaan dan pencegahan itu," katanya, didampingi sekretaris sidang, Samsul Huda.
Mengenai pilgub, katanya, peserta Konferwil NU Jatim meminta pengurus NU dan pengurus banom NU untuk memposisikan diri secara netral dalam setiap pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres), Pilgub, Pilkada, dan Pilkades, agar NU tetap bisa menjaga kemurnian Khittah NU 1926 dengan menjaga jarak yang sama.
"Taushiyah internal lainnya adalah pentingnya para tokoh NU terlibat dalam penyadaran di kawasan rawan bencana di Jatim, pentingnya keterlibatan tokoh NU dalam penyusunan regulasi di daerah menyangkut masalah sosial-keagamaan, membentuk Lajnah Haji, dan sebagainya," katanya.
Untuk taushiyah eksternal, katanya, peserta Konferwil NU Jatim meminta pemerintah dan tokoh-tokoh nasionalis mewaspadai ancaman ideologi negara dari bahaya faham/ideologi transnasional yang mengancam NKRI, dan mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap berbagai bentuk penyalahgunaan narkoba serta memperhatikan pusat rehabilitasi-nya.
Sekain itu, katanya, pemerintah dan DPR diminta untuk mempertimbangkan kembali RUU BHP yang membawa dunia pendidikan pada liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan serta menguntungkan pemilik modal besar.
"Bagaimana pun, RUU BHP atau PT BHMN telah memposisikan peran pemerintah dalam pendidikan berkurang, kemudian masyarakat diminta untuk turut membantu pembiayaan pendidikan, sehingga kuota pendidikan murah dibatasi hingga tinggal sedikit, sedangkan sisanya untuk mereka yang mampu melalui jalur-jalur yang mahal," katanya.
Dalam komisi taushiyah, katanya, peserta Konferwil NU Jatim juga meminta NU mendesak pemerintah untuk merancang RUU Pendidikan Agama dan Keagamaan guna mengantisipasi aliran sesat dan memberi kesempatan kepada pendidikan keagamaan untuk berkembang, sehingga guru agama juga dapat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Peserta juga menyoroti masalah lumpur Lapindo. "Peserta meminta pemerintah untuk mengambil alih pembiayaan korban lumpur Lapindo, kemudian pemerintah yang menagih kepada Lapindo, sehingga rakyat tidak berhadapan dengan pemerintah atau BPLS seperti sekarang," katanya.
Dalam Komisi Organisasi juga disoroti larangan perangkapan jabatan politik bagi pengurus NU mulai dari jabatan presiden, wapres, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota, dan anggota DPR/DPRD, khususnya bagi Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah. (ant/eko)