Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus menggelar seminar nasional membahas ihwal peningkatan kualitas SDM melalui bimbingan konseling Islam,
Sabtu (18/7).
Seminar yang diikuti oleh guru Bimbingan Konseling se kabupaten Kudus dan sebagian dosen serta mahasiswa STAIN Kudus ini mendatangkan narasumber dari berbagai instansi,. diantaranya, Prof M Yunan Yusuf, guru besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dr Abdul Hadi,
MA, ketua STAIN Kudus dan Anwar Sutoyo, S2 Prodi Bimbingan Konseling Universitas Negeri (UNNES) Semarang.<>
Dalam penyampaian materi, Yunan menjelaskan bahwa pembicaraan ihwal kualitas sumberdaya manusia bertolak dari nestapa masyarakat modern. Menurutnya, masyarakat modern acapkali didera nestapa, kecemasan hidup dan akhirnya terjerumus dalam perilaku menyimpang.
“Masyarakat kita sedang terjangkit nestapa, nihil makna hidup dan cenderung berperilaku menyimpang,” ujarnya.
Menanggapi realitas tersebut, menurutnya, bimbingan konseling menjadi niscaya. Konseling memiliki esensi dakwah untuk mendorong manusia kepada perbuatan ma’ruf dan mencegah munkar. Menurutnya, dakwah, termasuk di dalamnya bimbingan konseling adalah proses menghidupkan kemanusiaan.
Yunan mengimbuhkan bahwa menyiasati nestapa masyarakat modern diperlukan konselor Islam yang berkompeten. Perguruan tinggi Islam memiliki andil penting dalam mencetak *muhtasib *(konselor) dengan meluluskan sarjana-sarjana bimbingan konseling yang cakap.
Menurutnya, jika perguruan tinggi kreatif mencetak konselor Islam yang bermutu, banyak ranah garapan yang berpeluang untuk diisi oleh sarjana-sarjana dakwah. “Banyak prospek kerja yang bisa digarap konselor Islam, di dunia pendidikan, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, panti rehabilitasi dan masih banyak lagi,” tegasnya yakin.
Abdul Hadi mengatakan sependapat dengan ungkapan Prof Yunan. Menurutnya, prospek kerja lulusan Konsleing Islam tidak berbeda dengan fakultas lain, tergantung individu masing-masing. “Kalau kita berkualitas, prospek kerja bukan menjadi masalah,” ujarnya.
Hadi mengimbuhkan bahwa paradigma pengembangan keilmuan tidak relevan bila dikaitkan dengan maslalah prospek kerja. Pengembangan kelimuan di lingkungan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) seharusnya fokus dengan agenda pengembangan paradigma keilmuan, bukan prospek kerja.
“Saya kira sampai kapanpun tidak akan relevan ketika pengembangan pendidikan dikaitkan dengan urusan perut,”tegasnya.
Selanjutnya Anwar sutoyo, dalam paparannya menyebutkan bahwa BPI berpeluang menjadi obat mujarab mengatasi nestapa masyarakat. bimbingan konseling menurutnya berperan penting menciptakan masyarakat yang madani. Hanya saja, menurutnya, sampai saat ini Bimbingan konseling Islam masih bermasalah. BPI terkesan tertinggal dengan fakultas lain. Strategi pendidikan yang diterapkan menurutnya masih perlu banyak pengembangan. “Konseling Islam masih seperti hutan belantara,” bebernya. (mad)