Warta

LAZNU Dikelola Secara Profesional dan Transparan

Jumat, 8 Oktober 2010 | 07:41 WIB

Jakarta, NU Online
Meski mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, tapi kesadaran untuk melaksanakan rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat ternyata masih rendah. Padahal, potensi zakat jika digalidan dikelola secara professional, transparan dan akuntabel- bertanggungjawab dari zakat ini bisa terhimpun sebesar Rp 100 triliun setiap tahunnya.

Faktanya, sampai hari ini kalau pun dikumpulkan dari seluruh hasil zakat dari seluruh lembaga amil zakat yang ada di negeri ini hanya mencapai Rp 1 triliun. Itu berarti baru satu persen dari potensi zakat yang sesungguhnya.<>

Demikian diungkapkan KH. Masyhuri Malik, Ketua Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama (LAZNU) pada NU Online di Gedung PBNU Jl.Kramat Raya Jakarta, kemarin. Karena itu kata Masyhuri, sosialisasi kesadaran berzakat, manfaat zakat dan manejemen pengelolaan zakat ini harus terus ditingkatkan terhadap mereka yang wajib mengeluarkan zakat (muzakky), mereka yang berhak menerima zakat (mustahiq) maupun pengelola zakat (‘amil). Dan, untuk itu dibutuhkan orang-orang yang bisa dipercaya, bersih, amanah dan mampu menegelolanya secara professional dari organisasi yang amanah seperti Nahdlatul Ulama.

Sementara itu LAZNU pada bulan Ramadhan 1431 H/2010 lalu sudah mendistribusikan senilai Rp 800 juta dalam bentuk uang, sembako, kegiatan pesantren kilat dan santunan anak yatim ke lebih dari 1000 orang di Jakarta, dan melalui pengurus wilayah (PWNU) dan cabang (PCNU) di seluruh Indonesia.

“Soal Lazisnu, kita sadar bahwa keberadaan Lazisnu ini masih baru dan berjalan setelah Muktamar ke 31 NU di Donohudan, Solo Jawa Tengah, 2005. Jadi keberadaan Lazisnu baru lima tahun dan masih dikelola secara tradisional. Sehingga warga NU pun masih belum banyak yang mengenal, apalagi masyarakat. Saya sendiri baru menjabat selama dua bulan ini setelah Muktamar ke-32 NU di Makassar, Mei 2010 lalu. Sehingga masih menghadapi kesulitan dalam menghimpun dana yang besar,” tutur KH. Masyhuri lagi.

Oleh sebab itu kalau Lazisnu tidak memperoleh kepercayaan dari muzakky untuk mengelola keuangan zakat, infaq dan sedekah, maka akan sulit muzakky akan menyalurkan zakat kepada Lazisnu. Di sisi lain kesadaran masyarakat untuk berzakat ini juga masih rendah. Tapi, kalau dikelola secara professional dan tepat sasaran, Insyaallah dalam waktu 5 tahun, Lazisnu bisa berkonstribusi besar untuk program pemberdayaan ekonomi umat melalui usaha pertanian, nelayan, peternakan, produk-produk kebutuhan pokok warga NU dan usaha lainnya. Selain itu menurut Masyhuri, dana zakat itu bisa digunakan untuk bidang pendidikan, pesantren, kesehatan dan lain-lain.

Dengan demikian, agar lembaga ini berjalan secara professional, maka Lazizsnu mengangkat seorang direktur (M. Amir Ma’ruf) dan tenaga lainnya agar Lazisnu ini tidak dikelola secara asal-asalan. Langkah ini agar dari sisi penghimpunan dana ada peningkatan dari tahun ke tahun. Yang jelas jangan sampai pendistribusikan zakat ini seperti memberikan bantuan langsung tunai (BLT).

Kalau seperti BLT maka tidak akan pernah bisa mengurangi kemiskinan, karena uang atau sembako itu akan habis hanya untuk dikonsumsi sehari dua hari.
Zakat itu harus dikelola dan didistribusikan kepada masyarakat tidak saja dalam bentuk uang atau sembako, melainkan juga dalam bentuk memberdayakan ekonomi, pendidikan, kesehatan dll. Misalnya membantu petani untuk menyewa tanah sawah untuk pertaniannya, pembiayaan pupuk, kebutuhan nelayan, membuka usaha, rumah sakit dan lain-lainl.

“Jadi, potensi zakat ini sangat besar untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Di Indonesia potensinya lebih dari Rp 100 triliun, tapi yang terealisir baru Rp 1 triliun. Itu baru satu persennya,” tutur Masyhuri.(amf)


Terkait