Warta

Menag Minta Sekolah dan Masjid Ahmadiyah di Daerah Tak Disegel

Kamis, 7 Agustus 2008 | 11:17 WIB

Jakarta, NU Online
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni minta agar sekolah dan masjid milik Ahmadiyah di berbagai daerah tidak disegel, karena merupakan hak setiap warganegara untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan menjalankan ibadah.

Pernyataan Maftuh disampaikan di hadapan para wakil gubernur dari seluruh Indonesia, di Bandung, Rabu malam. Kronologis lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Ahmadiyah, terkait pasca diterbitkannya SKB tersebut dijelaskan secara panjang lebar.<>

"Kita belum bisa mengklaim bahwa gesekan bisa diatasi. Namun, pasca SKB tersebut sudah ada kemajuan di lapangan," kata Menang di hadapan 33 wakil gubernur dari seluruh Indonesia.

Sebelumnya ia tampil sebagai pembicara dalam pembukaan Rakornas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tempat yang sama. Rakornas itu sendiri dibuka Mendagri Mardiyanto.

"Kita belum melihat semua pihak puas. Kita harus waspada," pinta Menag kepada para wakil gubernur.

Ia berharap para kepala daerah dapat memaksimalkan peran FKUB di berbagai daerah guna mensosialisasikan SKB tentang Ahmadiyah tersebut.

Karena itu, FKUB di setiap daerah diharapkan dapat memiliki kantor tersendiri di setiap kota. Pasalnya, dengan adanya wadah berkumpul para pimpinan dan pemuka agama diharapkan berbagai persoalan keagamaan dapat dipecahkan secara ikhlas bersama-sama.

Meski rencana itu anggarannya masih dalam proses, Menag merasa yakin bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberi persetujuan. Depag berencana akan menganggarkan setiap pendirian kantor FKUB di berbagai kota sebesar Rp500 juta. Jika dana dirasakan kurang, setiap pemda diharapkan ikut memberikan bantuan.

"Tanpa ada wadah, tempat berkumpul para pemuka agama, sulit FKUB dapat dimaksimalkan peranannya," kata Maftuh.

Dalam konteks kerukunan beragama, katanya lagi, pasca dikeluarkannya SKB oleh Menag, Mendagri Mardiyanto serta Jaksa Agung Hendarman Supandji semua pihak diminta tetap waspada. Pasalnya masih ada kelompok yang pro kontra di lapisan bawah. Ini terjadi disebabkan akibat ketidaktahuan warga tentang isi SKB itu sendiri yang dimanfaatkan guna mencari keuntungan tertentu.

Dari laporan yang ia terima, ada sekolah disegel, karena pemilik bangunan dan guru sekolahnya adalah anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).

Hal ini tak boleh terjadi, karena pendidikan merupakan hak bagi setiap warga. Namun jika sekolah bersangkutan menyebarkan paham Ahmadiyah yang mengakui masih ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW, maka hal itu jelas merupakan suatu penyimpangan dan harus ada sanksi.

Demikian juga jika anggota JAI memutar film, yang isinya menyebarkan paham Ahmadiyah, dan bertentangan dengan prinsip ajaran Islam yang sesungguhnya, maka tentu pula harus ada tindakan pelarangan, kata Maftuh lagi.

Setiap orang, agama mana pun, di bumi pertiwi ini dapat melaksanakan ibadahnya sebebas-bebasnya. Namun, katanya lagi, hendaknya kebebasan yang diperoleh itu hendaknya dilaksanakan dalam koridornya masing-masing.

Karena itulah, agar tak menimbulkan gesekan , maka peran dari FKUB harus dimaksimalkan.

"Bumi, bintang, bulan dan matahari berputar menurut garis edarnya masing-masing. Semua bergerak sesuai koridornya masing-masing," kata Maftuh memberi perumpamaan.

Para kepala daerah diimbau agar secepatnya mensosialisasikan tentang SKB tentang Ahmadiyah dan memaksimalkan peran FKUB. Surat edaran dari Menang tentang Ahmadiyah sudah diterbitkan. Ia berharap warga Ahmadiyah dapat melaksanakan ibadah sebagai umat Muslim lainnya dan mengakui bahwa Muhammad SAW adalah nabi terakhir. (ant)


Terkait