Surabaya, NU Online
Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, aksi terorisme yang selama ini selalu mengatasnamakan dan mengaku beragama Islam, itu sebenarnya sebagai salah satu bentuk adu domba untuk memecah belah kerukunan antar umat beragama dan atau antar kelompok dalam Islam itu sendiri.
Suryadharma Ali mengatakan hal tersebut saat memberi pengarahan pada acara Pembinaan dan Silaturrahim dengan jajaran Kementrian Agama dan tokoh agama se Jawa Timur, di Gedung Islamic Center Surabaya, Selasa (11/10) siang.
<>Hadir dalam pertemuan itu kurang lebih 25 ribu undangan yang terdiri dari 1.695 Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (PPPN) atau modin, 414 penghulu, 566 pegawai KUA, serta para kepala KUA dan seluruh kepala seksi di seluruh kantor Kementerian Agama kota/kabupaten se Jatim.
Hadir juga Gubernur Jatim Soekarwo, Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, Pembantu Rektor 1 IAIN Sunan Ampel Prof Dr Abd A'la, Ketua MUI Jatim, PWNU Jatim, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jatim, dan para pengasuh pesantren.
"Tantangan semakin berat. Yaitu tantangan kerukunan antar umat beragama dan antar umat dalam intern agama Islam, karena ada pihak-pihak yang sengaja mengkompori agar masyarakat tidak rukun," kata Suryadharma.
Untuk itu, mantan Ketua Umum PB PMII ini meminta masyarakat untuk senantiasa waspada. Sebab, banyak pihak yang tidak menginginkan umat rukun.
"Sangat prihatin. Apalagi atas nama Islam. Ini sangat memalukan. Akhirnya, akibat ulah segelintir teroris itu, kita yang mayoritas umat Islam ini harus sibuk menjelaskan ke dunia luas bahwa Islam itu cinta damai, anti teror," tegasnya.
Untuk mengantisipasi merebaknya aksi terorisme itu, dia berharap, agar tokoh masyarakat dan seluruh modin di Jawa Timur harus berada di garda depan dalam memantau benih radikalisme dan terorisme di daerahnya masing-masing.
Dia menilai, para penghulu atau modin merupakan salah satu tokoh yang diharapkan bisa memberi pencerahan kepada masyarakat di tingkat desa. Sebab, mereka dianggap sebagai panutan masyarakat. Sehingga, arahan modin biasanya akan diikuti.
Hal senada juga disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Muhammad Sudjak. Menurutnya, dalam mengantisipasi ancaman radikalisme, terorisme, dan anarkisme sebenarnya sangat bergantung pada peran dari PPPN (dulu disebut modin).
Karena peran mereka yang sangat besar dalam mengantisipasi aksi terorisme tersebut, Sujak berharap, agar kesejahteraan mereka mendapat perhatian yang serius.
"Mereka sepatutnya diperhatikan kesejahteraannya, baik oleh menteri agama maupun gubernur," kata Sujak, disambut tepuk tangan meriah para undangan yang hadir.
Dan kepada seluruh modin yang hadir, Sudjak juga berharap agar senantiasa berusaha mengantisipasi benih radikalisme sejak dini.
Sementara Gubernur Jawa Timur Soekarwo, menegaskan bahwa selama ini Jawa Timur merupakan provinsi paling aman. Namun, ia berharap masyarakat tetap waspada.
Selain itu, kata Soekarwo, penyelesaian radikalisme atau terorisme itu harus dicari tahu akar masalahnya. "Penyebabnya apa, jangan hanya kritik teroris," kata Soekarwo.
Menurutnya, akar terorisme sebenarnya adalah karena liberalisme yang kebablasan yang menyebabkan jumlah kemiskinan semakin meningkat. Hal ini, masih kata dia, harus menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kebijakan di daerah. "Bupati atau wali kota harus ikut andil, benih radikalisme karena liberalisme yang kebablasan," papar Soekarwo.
Lebih jauh Soekarwo menjelaskan, beberapa tahun terakhir jumlah mal di beberapa daerah semakin menjamur, sehingga beberapa pasar tradisional yang ada satu persatu mati. "Ini yang memicu kemiskinan,"kata Soekarwo yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Jawa Timur ini.
Selain itu, kemiskinan, kata mantan Sekdaprov Jatim ini, juga dipicu oleh politik transaksional hingga ke level daerah paling bawah.
Redaktur : Hamzah Sahal
Kontributor: Abdul Hady JM