Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sinansari Ecip meminta agar konten keagamaan dalam bulan Ramadhan tidak sekedar menjadi selingan dari acara humor, tetapi humor yang menjadi selingan dari konten keagamaan.
Hal ini dikatakan pada acara Media Gathering yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tema “Mewujudkan Program Siaran Ramadhan yang Bermartabat” di Jakarta, Rabu (13/4).<>
“Bulan suci jangan dianggap tidak suci. Tayangan horor, seks, dan kekerasan harus dihilangkan agar tidak mengurangi semangat Ramadhan,” kata Sinansari yang juga mantan anggota KPI.
Ia juga meminta agar jam tayang malam, yang diluar bulan Ramadhan diperuntukkan untuk penonton Dewasa, pada Ramadhan tidak diperlakukan secara sama karena pada bulan itu, banyak remaja yang menonton TV sampai sahur.
“Sebagai regulator, KPI dan LSF diminta lebih ketat melakukan pengawasan,” terangnya.
Ia menegaskan, kreatifitas dalam pembuatan tayangan sangat dianjurkan dalam industri media penyiaran, tetapi ada batas yang ngak bisa ditawar yang harus dipatuhi.
Dalam beberapa tahun ini, MUI juga telah memberikan penghargaan kepada tayangan TV siaran Ramadhan yang dinilai sebagai yang terbaik. Ini sebagai upaya memacu produksi siaran Ramadhan yang memiliki kualitas yang baik.
Sementara itu Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat menjelaskan, pada bulan Ramadhan, teguran terhadap tayangan yang melanggar semakin berkurang, tetapi tetap ada, terutama terkait kekerasan, humor, mistik pada ajara jelang sahur.
“Diharapkan lembaga penyiaran lebih meminimalkan pelanggaran dan meningkatkan suasana kebatinan pada Ramadhan,” jelasnya.
Idy Muzayyad, salah satu anggota KPI menjelaskan, tayangan Ramadhan harus dimuat mendidik untuk memacu semangat ketakwaan, tetapi tidak harus berupa tayangan pengajian atau siaran langsung tarawih dari Masjidil Haram. (mkf)