Di antara unsur-unsur di dalam Nahdlatul Ulama (NU) yang paling merasakan resah dan prihatin terhadap ancaman gerakan Wahabi adalah Muslimat NU. Sebab, ibu-ibu anggota Muslimat-lah yang paling bersentuhan dengan ancaman itu.
Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, kepada wartawan di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) organisasi itu di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/5) siang.<>
"Anggota Muslimat itu paling resah dan prihatin (atas ancaman Wahabi). Karena mereka yang paling bersentuhan langsung dengan umat di bawah melalui pengajian-pengajian atau majelis taklim," terang Khofifah.
Ia menambahkan, ibu-ibu Muslimat resah setelah belakangan ini "Tiba-tiba marak gerakan anti-tahlil, gerakan anti-Maulid Nabi, anti-solawat, dan lain-lain." Gerakan itu, langsung atau tidak langsung, menjadi masalah serius bagi aktivitas Muslimat NU, terutama di tingkat basis.
Khofifah berharap seluruh kekuatan NU di semua tingkatan dapat menyatukan pandangan agar bisa secepatnya bersikap untuk melindungi warganya. "Agar tradisi spiritual orang-orang NU ini tetap terjaga dan lestari," pungkasnya.
Petinggi-petinggi NU, menurutnya, tentu tidak bisa 'menutup mata' atas fenomena tersebut. Sebab, persoalan itu berkaitan dengan keberadaan dan masa depan paham Ahlussunnah wal Jamaah yang dianut kalangan nahdliyin.
Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar NU, KH Hasyim Muzadi, mengatakan, saat ini, amaliah warga NU sedang 'berhadapan' dengan paham Wahabi. "Mereka (Wahabi) mengharamkan tahlil, Maulid Nabi, dan lain-lain yang merupakan tradisi ritual warga NU. Gerakan mereka cukup kuat dan solid karena juga didukung partai politik," terangnya.
Menurut dia, masalahnya menjadi semakin serius, salah satu sebabnya adalah tidak maksimumnya peran partai politik yang didirikan NU. 'Partai NU' tidak mampu mengimbangi gerakan yang diperankan parpol penyokong gerakan Wahabi tersebut. (rif)