Warta

Nahdliyin Kasihan kepada yang Mem-bid’ah-kan Maulid

Rabu, 9 Mei 2007 | 06:00 WIB

Di tengah-tengah hiruk pikuk kota metropolitan Jakarta, ternyata salah satu ritual keagamaan yang juga sudah menjadi tradisi kaum Betawi yaitu perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW masih menggema di berbagai sudut kota.

Salah satunya adalah perayaan Maulid yang diadakan akhir pekan lalu di Masjid Annur Cipete Utara, Jakarta Selatan. Masjid itu didirikan oleh KH Muhammad Naim (alm), yaitu salah satu Masjid tertua setelah Masjid Baitul Mughni Kuningan dan merupakan kiblat bagi Nahdhiyyin di Jakarta.

<>

Hadir pada kesempatan itu penceramah di antaranya KH. Said Aqil Siradj (ketua PBNU), KH Manarul Hidayah, Habib Hussein bin Ali Al Attas, dan wakil Gubernur saat ini yang juga ketua PWNU DKI Jakarta DR Ing Fauzi Bowo. Ratusan Ulama, Habaib dan sekitar dua ribu jamaah membebali masjid dan halamannya.

Acara diawali dengan pembacaan tasbih, tahmid dan tahlil. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ”maulid simthudduror” dan pembacaan ayat suci Al Quran.

Saat itu Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siradj yang mendapatkan kesempatan memberikan ceramah pertama, mengkisahkan kembali awal hijrahnya Nabi Ibrahim as ke kota Mekkah sampai lahirnya Nabi Muhammad SAW.

“Pantaslah Nabi Muhammad saw menjadi orang besar, karena buyut-buyutnya memang orang terpandang di antara suku Quraisy di kota Makkah. Meskipun beliau dibesarkan sebagai yatim piatu dan biasa ngangon kambing orang lain, akan tetapi banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil dari situ,” kata Kang Said dalam ceramahnya di tengah rintik hujan memberikan kesejukan bagi para jamaah yang hadir.

“Kita bisa lihat bagaimana sabarnya Nabi Muhammad saw dalam berdakwah. Meskipun beliau dilempari batu oleh orang-orang Thaif, beliau tidak merasa dendam pada saat malaikat menawarkan untuk membalas mereka. Bahkan pada akhirnya beliau berhasil mendirikan masyarakat mutamaddin di Madinah, di mana sistem negara bisa berjalan dengan baik dan benar,” katanya lagi.

“Saat ini, kita pantas sekali merasa kasihan kepada orang-orang yang mengatakan Maulidan itu bid’ah, sebab Nabi sendiri memang senang dipuji-puji. Sebab dalam acara maulid itu terdapat bacaan salawat dan salawat itu sendiri merupakan istighfar”, katanya lagi seraya membacakan QS Annisa 64.

“Masa yang kaya gini ini engga seneng, kan kasihan. Rahmat yang segini besarnya ini kok mereka malah menyempitkan diri. Oleh karena itu marilah kita saling menghargai pendapat orang lain. Mereka harus menghormati tradisi yang merupakan milik warga Nahdliyyin ini.”

Kyai Manarul Hidayat menekankan pentingnya mempertahankan tradisi yang sudah baik seperti perayaan Maulid ini. “Dengan adanya perayaan maulid ini, kita bisa mendapatkan manfaat yang besar dengan mengingat kembali sejarah perjuangan Nabi kita Muhammad saw hingga kita bisa berusaha mencotoh kehidupan beliau sehari-hari”, katanya.

Sementara Bang Fauzi, panggilan akrab untuk Fauzi Bowo yang mencalonkan diri sebagai calon Gubernur DKI Jakarta periode mendatang mengingatkan akan pentingnya warga Jakarta khususnya Nahdliyyin untuk merapatkan barisan demi menghadapi tantangan besar di kota metropolitan ini.

“Jakarta adalah kota besar yang penuh dengan tantangan besar baik itu yang datangnya dari luar maupun dari dalam. Oleh karena itu, saya mengajak warga Jakarta , khususnya kaum Betawi yang memiliki kultur Nahdliyyin untuk merapatkan barisan. Demi menyongsong hari esok. Marilah kita serahi urusan kota ini kepada ahlinya sebelum kita mengalami kehancuran,” serunya.

Acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh salah satu ulama sepuh Jakarta, KH Mukhtar Lutfi.
(Fahmi Zakwanikontributor NU Online Jakarta)


Terkait