Warta

NU Libya Ziarahi Makam para Wali di Libya

Selasa, 26 Juni 2007 | 12:17 WIB

Tripoli, NU Online
Sebagai salah satu bentuk perhatiaan dan pelestarian tradisi ke-NU-an, NU Libya, yang merupakan wadah nahdliyyin di negeri hijau ini untuk yang pertama kalinya menyelenggarakan rihlah ruhaniyah dengan mengunjungi makam para wali di Libya.

Rihlah ini merupakan salah satu<> program kerja Lajnah Hubungan Masyarakat NU Libya dengan pelaksanaan pada hari Sabtu, 23 Juni 2007. Tempat yang dikunjungi adalah objek wisata ziarah ke makam-makam waliyullah dan mengunjungi berbagai zawiyah (pesantren tahfidz) Al-Qur'an.

Peserta yang membludak diangkut dengan empat bis mini. Mereka berkumpul di depan gerbang utama Kuliah Dakwah Islamiyah dan berangkat pukul 08.00 dengan tujuan kota Zalettin, yang dikenal sebagai Madinah Al-Huffadz di negeri Muammar Qadafi ini

Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam, rombongan nahdliyyin tiba di makam Syaikh Sayyidi Abdussalam Al-Asmary, seorang ulama dan dai terkenal. Rombongan juga mengunjungi zawiyah Al-Asmariyah yang terletak di belakang makam. Dalam kesempatan ini, para rombongan sempat mengunjungi perpustakaan serta berdialog dengan berbagai masyayikh di zawiyah tersebut.

Tradisi di kota Zalettin tak jauh beda dengan di tanah air. Masyarakat berpegang teguh pada tradisi. Berbagai zawiyah berdiri dimana-mana. Ramainya para penziarah mengingatkan pada suasana ziarah di berbagai makam walisongo. Zawiyah Al-Asmariyah yang merupakan salah satu peninggalan Syaikh Abdussalam ini layaknya pesantren salaf di tanah air.

Para Santri berdatangan dari berbagai daerah di Libya dan ditempatkan di sebuah asrama. Dalam sistem pengajarannya, para santri diwajibkan menulis ayat yang akan dihapal di sebuah lauh (papan) yang tintanya berasal dari bulu domba dengan pena dari kayu.

Selain menghafal, mereka juga dilatih menulis ayat sesuai dengan mushaf Utsmani. Setiap hari mereka juga dikumpulkan dalam sebuah ruangan untuk mengulang kembali hafalannya dengan cara berjalan berputar-putar di sebuah gedung yang sangat besar layaknya orang yang thowaf. Hal itu dimaksudkan agar hafalannya semakin melekat dan tidak mudah hilang.

Sekitar 2 jam di zawiyah tersebut, rombongan NU Libya melanjutkan perjalanan ke zawiyah lain di kota Zalettin. Empat bus mini yang mengangkut para peserta beriringan menelusur jalan di kota huffadz ini.

Lokasi selanjutnya yang dikunjungi adalah zawiyah Sab’ah yang lokasinya berada di daerah pedalaman. Berbeda dengan zawiyah Al-Asmariyah yang terletak di jantung kota Zalettin. zawiyah Sab’ah merupakan sebuah zawiyah tertua di Libya.

Menurut sejarah, sebagaimana yang dituturkan oleh salah satu pengurus zawiyah tersebut, zawiyah Sab’ah didirikan oleh 7 bersaudara yang datang ke Libya untuk berdakwah, dari situ kemudian zawiyah ini lebih dikenal dengan zawiyah Sab’ah.

Melihat dari bangunan yang ada di sekitar lokasi itu, mulai dari asrama santri dan bangunan-bangunan lainnya, zawiyah ini lebih tua daripada zawiyah Al-Asmariyah. Pada kesempatan itu, rombongan rihlah diajak mengunjungi asrama yang terletak di sebelah masjid. Di situ terdapat puluhan kamar yang sangat unik dan sangat tua sekali.

Setiap kamar berukuran relatif kecil dan sempit yang masing-masing dihuni oleh 5 orang. Untuk masuk ke kamar tersebut harus jongkok karena pintunya cuma berukuran 1 meter. Namun demikian, kamar ini memiliki keistimewaan karena meskipun cuaca di Libya sangat panas, udara di dalam kamar itu terasa dingin, seakan-akan bukan musim panas.

Bangunannya tetap seperti semula ketika dibangun dengan bahan dari tanah liat dan beratap kubah kecil. Di tengah bangunan kamar-kamar itu, terdapat sumur tua yang sampai saat ini tetap dimanfaatkan oleh para santri.

Sebenarnya terdapat 4 zawiyah yang rencananya akan dikunjungin, namun karena keterbatan waktu akhirnya panitia mencukupkan pada 2 zawiyah tersebut,

selanjutnya rombongkan bereangkat menuju pantai yang berada di daerah pinggiran kota Zalettin. Objek wisata yang satu ini memang disengaja oleh panitia sebagai bentuk hiburan bagi para peserta yang mayoritas adalah mahasiswa Islamic Call College (Kuliah Dakwah Islamiyah) setelah selama sebulan bergelut dengan buku-buku muqarrar dalam ujian akhir tahun.

Acara di pantai ini dimulai dengan makan bersama, kuis, dan bersantai sambil bersenda gurau dengan guyonan khas nahdliyyin. Keterbatasan waktu yang disediakan bagi para fatayat NU untuk bepergian mengharuskan rombongan untuk segera pulang menuju ke kampus. (syamma)

 


Terkait